Pengertian Kebudayaan:
Menurut Prof. Koentjaraningrat dalam
buku pengantar
ilmu Antropologi (2009:181), kata kebudayaan berasal dari kata sansekerta
buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal.
Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan
dengan akal. Ada sarjana lain yang mengupas budaya sebagai suatu perkembangan
dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dan budi. Karena itu mereka
membedakan budaya dan kebudayaan. Demikianlah budaya adalah daya dan budi yang
berupa cipta, karsa, dan rasa itu. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari
cipta, karsa, dan rasa itu. Dalam istilah ilmu Antropologi budaya, perbedaan
itu di tiadakan. Kata budaya di sini hanya dipakai sagai suatu singkat saja dari kebudayaan
dengan arti yang sama.
Menurut
Prof Koentjaraningrat dalam
buku pengantar
ilmu Antropologi (2009:182), kebudayaan berasal dari kata culture merupakan
kata asing yang sama artinya dengan kebudayaan. Berasal dari latin colere yang bearti mengolah,
megerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti
culture sebagai daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan
mengubah alam. Disamping istilah kebudayaan ada pula istilah peradaban. Hal
yang terakhir adalah sama dengan istilah ingggris civilization. Istilah tersebut biasanya dipakai untuk
menyebutkan bagian unsure dari kebudayaan yang halus, maju, dan indah misalnya
kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan santun pergaulan dan sebagainya. Istilah
peradaban sering juga dipakai untuk menyebutkan suatu kebudayaan yang mempunyai
system teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa dan sebagainya.
Dalam ilmu antropologi, yang telah menjadikan berbagai cara
hidup manusia dengan berbagai macam sistem tindakan tadi sebagai obyek
penelitian dan analisanya, aspek belajar itu merupakan aspek yang sangat
penting. Itulah sebabnya dalam hal memberi pembatasan terhadap konsep
“kebudayaan” atau culture itu, artinya dalam hal memberi definsi terhadap
konsep “kebudayaan”, ilmu antropologi sering kali sangat berbeda denga berbagai
ilmu lain. Juga apabila dibandingkan dengan arti yang biasanya diberikan kepada
konsep itu dalam bahasa sehari-hari, yaitu arti yang terbatas kepada hal-hal
yang indah seperti candi, tari-tarian, seni suara, kesusteraan dan filsafat,
definisi ilmu antropologi jauh lebih luas sifat dan ruang lingkupnya. Menurut
ilmu antropologi, “kebudayaan” adalah : keseluruhan sstem gagasan, tindakan,
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat.1979:179-180).
Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tidakan manusia adalah
“kebudayaan” karena hanya amat sedikit tindakan manusia alam rangka kehidupan
masyarakat yang tak perlu dibiasakannya dengan belajar, yaitu hanya beberapa
naluri beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi, atau
kelakuan apabila ia sedang membabi buta. Bahkan berbagai tindakan manusia yang
merupakan kemampuan naluri yang terbawa oleh makhluk manusia dengan gen-nya
bersama kelahirannya (seperti misalnya
makan, minum atau berjalan dengan kedua kakinya), juga dirombak olehnya menjadi
tindakan kebudayaan. Manusia makan pada waktu-waktu tertentu yang dianggapnya
wajar dan pantas, ia makan dan minum dengan alat-alat, cara-cara dan sopan
santun dan protocol yang sering sekali sangat rumit, yang harusnya dipelajari
denga susah payah. Manusia berjalan tidak menurut wujud organisma yang telah ditentukan oleh alam, melainkan
merombak cara berjalanna dengan gaya seperti prajurit, berjalan dengan gaya
lemah lembut, berjalan seperti pragawati, dan sebagainnya, yang semuanya harus
dipelajarinya dahulu (Koentjaraningrat.1979:179-180).
Memang, definisi yang menganggap bahwa “kebudayaan dan “tindakan
keudayaan” itu adalah segala tindakan yang harus dibiasakan oleh manusia dengan
belajar (learned behavior), juga diajukan oleh beberapa ahli antropologi
terkenal seperti C. Wissler, C. Kluckhon, A. Davis, atau A. Hoebel.
Definisi-defiinisi yang mereka ajukan hanya merupakan beberapa saja di antara
banyak definisi lain yang pernah diajukan, tidak hanya oleh para sarjana
aantropologi, melainkan juga oleh para sarjana ilmu-ilmu lain seperti
sosiologi, filsafat, sejarah dan kesustraan. Dua orang sarjana antropologi, AL.
Kroeber dan C. Kluckhohn, pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi tentang
kebudayaan yang pernah dinyatakan orang dalam tulisan, dan ternyata bahwa ada
paling sedikit 160 buah definisi. Ke-160 buah defiisis itu kemudian mereka
analisa, dicari latar belakang, prinsip, dan intinya, kemudian diklasifikasikan
ke dalam beberapa tipe definisi. Hasil penelitian megenai definisi kebudayaan
tadi diterbitkan bersama menjadi buku berjudul : Culture, A Critical Review of
Concepts and Definitions (Koentjaraningrat.1979:179-180).
Menurut ilmu antropologi
yang dikemukakan oleh koentjaraningrat (2009:144) kebudayaan adalah keseluruan
system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan yang dijadikan
milik diri manusia dengan proses belajar. Hal tersebut bahwa hampir seluruh
tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sedikit tindakan manusia dalam
kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar, yaitu hanya
beberapa tindakan naluri, beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses
fisiologi atau kelakuan membabi buta. Bahkan beberapa tindakan manusia yang
mrupakan kemampuan naluri yang terbawa gen bersama kelahiranya (seperti makan,
minum atau berjalan dengan kedua kakinya). Adapun pengertian yang lain mengenai kebudayaan adalah sebagai berikut Menurut E.B
Taylor dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar (2006:27), budaya adalah suatu
keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang
didapat oleh manusia sebagai anggaota masyarakat.
Menurut R. Linton dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar
(2006:27-28), kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang
dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentuknya
didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam buku Ilmu
Sosial Budaya Dasar (2006:28), mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Menurut Herkovits dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar (2006:28),
kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.
Dengan
demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia
baik material maupun non material. Sebagian besar ahli yang mengartikan
kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan
evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan
berkembang dari tahapan yang sederhana menujju tahapan yang lebih kompeks (Dr.
Elly M Setiadi dkk. 2005:28).
Adapun unsur-unsur dari
kebudayaan yang terbagi menjadi :
1.
Bahasa
2.
Sistem pengetahuan
3.
Organisasi sosial
4.
Sistem peralatan
5.
Sistem mata pencaharian hidup
6.
Sistem religi
7.
Kesenian
Ada beberapa perwujudan dari kebudayaan yang dapat dibagi dan
digolongkan dalam tiga wujud, yaitu (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:28):
1.
Wujud sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.
Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari
kebudayaan, sifst abstrak, tak dapat diraba, dipegang,
ataupun difoto, dan tempat ada di alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang ersangkutan itu hidup.
Kebudayaan ini disebut pula dengan tata kelakuan,
hal ini menunjukkan bahwa budaya idea mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada
tindakan, kelakuan, dan perbuatan manusia dalam
masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ini dapat disebut adat atau adat istiadat, yang sekarang banyak disimpan
dalam arsip, tape, dan komputer (Dr. Elly M.Setiadi
dkk. 2005:29).
2.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat.
Wujud tersebut dinamakan system social,
karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola
dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan karena dalam system
social ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan
lainnya dalam masyarakat Lebih
jelasnya tampak dalam bentuk perilaku dan bahasa pada saat mereka berinteraksi dalam pergaulan hidup sehari-hari di
masyarakat (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:29).
3.
Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya
manusia
Wujud ini biasa disebut dengan kebudayaan
fisik. Di mana wujud budaya ini hampir seluruhnya
merupakan hasil fisik (akivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat). Sifatnya paling konkret dan
berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat kecil.
Seperti contoh Candi Borobudur, kain batik, dan lain sebagainya (Dr. Elly M.Setiadi dkk. 2005:28).
Adapun beberapa hal yang
terkandung dalam kebudayaan, yakni sebagai berikut (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:30):
1.
Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan di sini merupakan bagian
yang tidak akan pernah hilang dalam perjalanan
hidup manusia. Sistem pengetahuan di sini menyangkut dalam pengetahuan tentang
alam sekitar, tubuh manusia, sifat-sifat dan tingkah laku sesame manusia, dan ruang dan waktu (Dr. Elly M Setiadi dkk.
2005:30).
2.
Nilai
Nilai merupakan sesatu yang dianggap baik
dan selalu dinginkan, dicita-citakan, dan juga dianggap
penting oleh seluruh manusia dalam bermasyarakat. Ada beberapa aspek dalam penilaian dalam hal ini, yakni aspek
keindahan (nilai estetika), baik (nilai-moral atau e tis), religious ( nilai agama), (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:31).
3.
Pandangan Hidup
Pandangan Hidup merupakan pedoman hidup
manusia dalam menyelesaikan suatupermasalahan
(Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:31).
4.
Kepercayaan
Kepercayaan ini memiliki arti yang lebih
luas dari pada agama, yakni suatu keyakinan pada
suatu hal yang dianggap bisa membantu dan menolong untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Dr. Elly M
Setiadi dkk. 2005:31).
5.
Persepsi
Persepsi atau sudut pandang merupakan suatu
titik tolak pemikiran yang tersusun dari seperangkat
kata-kata yang digunakan utuk memahami kejadian atau gejala dalam kehidupan. Persepsi terrdiri atas tiga
hal, yakni persepsi sensorik (persepsi yang terjadi tanpa menggunakan salah satu indera manusia), persepsi telepati
(kemampuan pengetahuan kegiatan
mental individu lain), Persepsi clairvoyance (kemampuan untuk melihat peristiwa atau kejadian di tempat
lain, jauh dari orang yang bersangkutan).
2.2 Sejarah kebudayaan Islam di Indonesia
Sejarah
masuknya kebudayaan Islam di Indonesia khususnya di tanah jawa di tandai dengan
adanya Wali Songo yang diyakini merupakan penyebar agama islam di daerah jawa
pada abad 14, selain itu Islam masuk ke Indonesia melalui pedagang-pedagang
Islam dari Timur Tengah pada zaman kerajaan. Wali songo atau Wali Sanga ini
diperkirakan tinggal di tiga wilayah penting
pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur,
Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Era
Walisongo adalah era berakhirnya dominasi dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam.
Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu
banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar
dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan
masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini
lebih banyak disebut dibanding yang lain (http://id.wikisource.org/wiki/wali-songo_.28.E2.80.93.29).
Pengertian dari wali songo
adalah wali yang sembilan, yang menandakan
jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga
dalam bahasa Jawa Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana
yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari , bahasa Jawayang berarti tempat. Pendapat
lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah
yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana
Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan
Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il
(dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana
'Aliyuddin, dan Syekh Subakir. Para Walisongo juga
merupakan intelektual yang menjadi pembaharu
masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk
manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian,
Adapaun tokoh-tokoh dari Wali
Songo, yakni sebagai berikut :
1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau
Mursyid Akbar Thariqat Wali Songo . Nasab As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim Nasab
Maulana Malik Ibrahim menurut catatan Dari As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi
Al-Husaini yang kumpulan catatannya kemudian dibukukan dalam Ensiklopedi Nasab
Ahlul Bait yang terdiri dari beberapa volume (jilid). Dalam Catatan itu
tertulis: As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat Zainal Alam bin
As-Sayyid Husain Jamaluddin bin As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin As-Sayyid
Abdullah bin As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin
As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin As-Sayyid
Alwi bin As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Ubaidillah bin
Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Al-Imam Isa bin Al-Imam Muhammad bin Al-Imam Ali
Al-Uraidhi bin Al-Imam Ja’far Shadiq bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam
Ali Zainal Abidin bin Al-Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin
Abi Thalib, binti Nabi Muhammad Rasulullah. Ia
diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan
lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang
memanggilnya Kakek Bantal.
Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama
yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam
dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang
tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati
masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun
pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim
wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik,
Jawa Timur
2.
Sunan Ampel ( Raden Rahmat)
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad, menurut riwayat ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa
yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti Ming.
Nasab lengkapnya sebagai berikut: Sunan Ampel bin Sayyid Ibrahim Zainuddin
Al-Akbar bin Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin Sayyid Ahmad Jalaluddin bin Sayyid
Abdullah bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Sayyid Alwi Ammil Faqih bin
Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali’ Qasam bin Sayyid Alwi bin
Sayyid Muhammad bin Sayyid Alwi bin Sayyid Ubaidillah bin Sayyid Ahmad
Al-Muhajir bin Sayyid Isa bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Ali Al-Uraidhi bin
Imam Ja’far Shadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin
Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah.
Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya.
Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia
menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati
Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang
Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila
binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti Syari’ah,Sunan Derajat,Sunan
Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi
Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden
Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden Zainal Abidin (Sunan Demak),Pangeran Tumapel
dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2. Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya
3. Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban
bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik
penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering
dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan
Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang,
yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku
Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun
mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun
1525
4. Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban
bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan.
Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat,
sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara
mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai
ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan
Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522
5. Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah
Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka
binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim
Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah
bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin
Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad
Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin
Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah
Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus
memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah
dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan
priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah
Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan
Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550
6. Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan
Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah
Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku.
Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan
agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima
7. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama
Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh
Subakir). Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan
kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul
Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan
Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, menikahi juga Syarifah Zainab binti
Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan
Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama Dewi
Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan
Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah
putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain
Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak
dari Sri Baduga Maharaja.
Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan
pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin,
juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten,
sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten
2.3 Bentuk-bentuk kebudayaan Islam di Indonesia
Cakupan atau bagian dari budaya itu sendiri adalah
spiritual (pengalaman agama yang pernah di alami atau pengalaman rohani) atau budaya yang hanya sebatas gagasan, konsep dalam
pemikiran, intelektual (wawasan dari
pengetahhuan-pengetahuan atau wawasan keilmuan), sikap artistik (rasa
keindahan) yang dihasilkan oleh masyarakat, termasuk tradisi, kebiasaan, adat,
moral, hukum dan hubungan sosial, selain itu
yang terpenting dari budaya adalah hasil dari budaya itu sendiri, baik dalam
bentuk material maupun inmaterial. Dari pemaparan tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa kebudayaan Islam adalah spiritual, intelektual, sikap
artistik, tradisi, kebiasaan, adat, moral, hukum, dan hubungan sosial yang
dihasilkan oleh Nabi Muhammad saw. dan masyarakat Islam dari waktu ke waktu.
Dari uraian tersebut jika kita bahasakan dalam istilah sehari-hari yang sudah
biasa kita kenal, maka bentuk atau wujud kebudayaan Islam itu dapat berupa
sebagai berikut :
1. Bidang politik dan pemerintahan
Pola
kepemimpinan dalam Islam baik ketika rasulullah masih hidup maupun ketika
beliau sudah meninggal terus berkembang, hal ini melandasi dasar keimanan
seseorang terhadap Allah dan rasulnya. Corak kepemimpinan pada masa
Khullafaaurrasyidin, pasti berbeda dengan corak kepemimpinan pada masa Dinasti
Bani Ummayyah, dan pada masa Dinasti Abbasiyah, hal ini karena setiap masa akan selalu lahir pemikir-pemikir baru. Di
Indonesia sendiri umat islam sangat medominasi sistem pemerintahan
maupun politik di Indonesia, karena
memang pelaku-pelaku pemerintahan dan politik di Indonesia adalah sebagian
besar umat Islam (Antoy Black 2005:48).
2.
Bidang sosial dan ekonomi
Islam
mengajarkan umatnya untuk memiliki etos kerja yang tinggi. Ekonomi adalah modal
dasar untuk membangun umat agar tetap melanjutkan nilai-nilai perjuangan
menegakkan syariat Islam karena memang cirri dari suatu pembangunan adalah
ekonomi, ada beberapa landasan-landasan
hukum ekonomi islam, yakni Al-qur’an, sunnah, hadist dan lain-lain, karena
memang umat Islam haruslah berprilaku sesuai apa yang diajarkan oleh Al-qur’an,
sesuai dengan aturan-aturan yang terkandung dalam Al-qur’an dan juga sesuai
dengan sunah rosul atau apa yang dilakukan oleh rosullah dan juga sesuai hadist. Rasulullah adalah seorang pedagang yang jujur, beliau
telah mencontohkan kepada kita bagaimana cara mengembangkan wawasan
perekonomian pada waktu di Mekkah dan Madinah. (Dra,
Hulwati 2009:62).
3.
Bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan
Rasulullah
mengajarkan bahwa menuntut ilmu hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan,
dalam Islam pendidikan merupakan hal yang sangat penting, selain itu Rasullah mengajarkan untuk selalu
mengamalkan ilmu yang telah di miliki, karena memang pahala yang didapat
sangatlah besar, dan juga
menguntungkan untuk orang-orang diskitarnya. Masa
keemasan pada Dinasti Abbasiyah telah menunjukkan betapa Islam telah mampu
memberikan sumbangan berharga untuk kemajuan pengetahuan peradaban manusia.
Selain itu ada beberapa contoh kebudayaan islam di Indonesia, yakni seperti
pesantren, dan bisa dibilang Indonesia
sendiri identik dengan pesantren, berarti ini menunjukkan bahwa pesantren atau
kebudayaan islam sangatla mempengaruhi di Indonesia. Perkembangan Pendidikan
dan Ilmu Pengetahuan umat Islam sendiri sangatlah mengagumkan, hal ini bisa
dilihat dari pemikir-pemikir besar dunia yang merupakan umat Islam, meskipun
tidak semuanya, tetapi setidaknya umat Islam telah menyumbangkan atau
memberikan pengetahuan kepada dunia pendidikan maupun kepada dunia pengetahuan (Dr. M. Roqib, M. Ag. 2009:59).
4.
Bidang seni (seni suara, seni musik, seni tari, seni rupa, dan seni
arsitektur).
Kebudayaan
manusia akan terus berkembang dari waktu ke waktu baik itu dalam dalam bidang ekonomi, pengetahuan, sosial, maupun
politik. Jadi bukan hanya kepandaian dalam bidang seni membaca Al-Qur’an saja yang dianggap merupakan seni dari agama Islam, tetapi
kepandaian membaca Al-qur’an juga masuk dalam kategori seni suara,
seni musik pun yang
mengandung unsur-unsur kebudayaan islam juga berkembang
pesat seperti rebana, kasidah, nasid. Seni tari pun juga
mengalami perkembangan dari masa-masa sebelumnya seperti
tara ala sufi,
tari Saman. Seni
rupa seperti kaligrafi Al-Qur’an merupakan
seni dari kebudayaan Islam yang perkembangannya sangatlah dirasakan dalam
budaya Indonesia, dan juga merupakan kebudayaan Islam yang sangat berkembang di
Indonesia. Seni arsitektur atau seni bangunan juga tidak kalah berkembang, hampir kebanyakan corak
atau seni bangunan di Indonesia sangat terpengauh oleh budaya islam.( Islam
Sehari-Hari Ronny Astrada 2011:80).
2.4 Kontribusi kebudayaan
Islam di Indonesia
Di
antara kontribusi kebudayaan islam yang
ada di indonesia adalah dari bentuk
budaya atau tradisi yang masi mengakar pada nilai-nilai masyarakat islam di
indonesia dan menjadi kepercayaan mereka mesing-masing. Kesenian-kesenian baik
seni rupa, seni kriya dan lain-lain juga merupakan kontribusi kebudayaan Islam.
Artefak-artefak yang sekarang menjadi aset benda kebudayaan negara yang sangat
bernilai harganya juga termasuk kontribusi dari kebudayaan Islam yang ada di
Indonesia. Diantara tradisi dan budaya tersebut antara lain:
1. Budaya
tumpeng. Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut.
Itulah sebabnya disebut nasi tumpeng. Olahan nasi yang dipakai, umumnya berupa nasi kuning, meskipun kerap juga
digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa
atau masyarakat Betawi keturunan Jawa, dan biasanya dibuat pada saat kenduri
atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia
mengenal kegiatan ini secara umum. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah
tradisional) dan dialasi daun pisang. Acara yang melibatkan nasi tumpeng
disebut secara awam sebagai “tumpengan”. Di Yogyakarta misalnya, berkembangtradisi “tumpengan” pada malam
sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara. Ada tradisi tidak tertulis yang menganjurkan bahwa
pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi orang
yang profesinya tertinggi dari orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan
rasa hormat kepada orang tersebut. (majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XI/1428H/2008.)
2. Kebudayaan
Peusijeuk, upah-upah (manyonggot), tepung tawar dan selamatan. Adat istiadat ini biasa diadakan apabila seseorang
memiliki hajatan atau hendak pergi jauh untuk menghilangkan kesialan. Di daerah
Aceh, acara ini disebut peusijeuk. Di pesisir Melayu disebut tepung tawar, dan
di Jawa dikenal dengan sebutan selamatan. Di daerah Tapanuli Utara dan Asahan
dikenal dengan sebutan upah-upah atau manyonggot. tepung tawar biasa dilakukan
dengan menghambur-hambur beras kepada orang yang ditepung tawari. Adapun
upah-upah, juga merupakan upacara menolak kesialan. Biasanya dilakukan terhadap
orang yang sakit agar spiritualnya (roh) kembali ke jasadnya. Yaitu dengan memasak ayam kemudian
diletakkan di piring lalu dibawa mengitari orang yang akan diupah-upahi,
kemudian disuapkan kepada orang tersebut. Tujuannya ialah mengembalikan
semangat pada orang sakit itu. Acara-acara seperti tersebut di atas, tidak lepas
dari unsur-unsur kepercayaan animisme, dan konon asal-usulnya berasal dari
ritual-ritual nenek moyang. (majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XI/1428H/2008).
3. Kebudayaan
Sungkeman. Kebudayaan ini berasal dari pulau Jawa yang umumnya dilakukan pada
saat Hari Raya dan pada upacara pernikahan, tetapi kadang kala dilakukan juga setiap kali bertemu.
Dilakukan dengan cara sujud kepada orang tua atau orang yang dianggap sepuh
(Jawa, tua atau dituakan). Adat ini mengandung unsur sujud dan rukuk kepada
selain Allah, yang tentunya dilarang dalam Islam, tapi sujud dan rukuk tersebut
bagi masyarakat jawa khususnya hanya sebagai tanda penghormatan kepada yang
dianggap lebih tua atau yang dianggap derajadnya lebih tinggi dari pada
dirinya.
sejarah perkembangan kebudayaan islam di indonesia
Sejarah perkembangan kebudayaan agama islam di
indonesia
A. Kedatangan dan Penyebaran Islam di Indonesia
Pada abad ke-1 hingga ke-7 M, pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan
Jawa sering disinggahi pedagang asing, seperti Pelabuhan Lamuri (Aceh), Barus
dan Palembang di Sumatra serta Pelabuhan Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Cikal bakal
keberadaan Islam di Nusantara telah dirintis pada periode abad ke-1 hingga ke-5
H atau abad ke-7 hingga ke-8 M. Pada periode ini, para pedagang dan mubalig
membentuk komunitas Islam. Para mubalig memperkenalkan dan mengajarkan Islam
kepada penduduk setempat tentang Islam. Ajaran-ajaran Islam tersebut antara
lain sebagai berikut :
1. Islam
mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan tolong
menolong.
2. Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah, derajat semua manusia sama, kecuali takwanya.
3. Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak, dan saling mendengki.
4. Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap sesama manusia tanpa pilih kasih.
Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan pengaruh Islam makin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan atau penguasa.
2. Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah, derajat semua manusia sama, kecuali takwanya.
3. Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak, dan saling mendengki.
4. Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap sesama manusia tanpa pilih kasih.
Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan pengaruh Islam makin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan atau penguasa.
Proses
Islamisasi diperkirakan sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Di
Aceh, kerajaan Islam Samudra Pasai berdiri pada pertengahan abad ke-13 M
sehingga perkembangan masyarakat muslim di Malaka semakin pesat. Ibnu Batutah
menceritakan, Sultan Kerajaan Samudra Pasai, Sultan Al Malik Az Zahir
dikelilingi oleh ulama dan mubalig Islam.
Sementara itu di Jawa proses
penyebaran Islam sudah berlangsung sejak abad ke-11 M dengan ditemukannya makam
Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang bertahun 475 H/1082M.
Pengaruh Islam yang masuk ke Indonesia bagian timur, terutama Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang sepanjang pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku.
Pengaruh Islam yang masuk ke Indonesia bagian timur, terutama Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang sepanjang pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku.
Menurut Tome
Pires, masyarakat yang masuk Islam di Maluku dimulai kira-kira tahun
1460-1465 M. Mereka datang dan menyebarkan pembelajaran Islam melalui
perdagangan, dakwah, dan perkawinan.
Sulawesi, terutama bagian selatan,
sejak abad 15 M sudah didatangi oleh pedagang-pedagang muslim yang kemungkinan
berasal dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Pada abad ke-16 di daerah Goa sebuah
kerajaan terkenal di daerah itu telah terdapat masyarakat muslim.
B. Saluran
Penyebaran Islam Berdasarkan asal daerah dan waktunya
Dari daerah Mesopotamia yang dikenal sebagai Persia merupakan jalur utara.
Dari Persia ke utara melalui darat Islam menyebar Afganistan, Pakistan dan
Gujarat. Melalui laut ke timur menuju Indonesia. Dari jalur tersebut Islam
memperoleh unsure baru yang disebut Tasawuf.
Melalui jalut tengah, dari bagian lembah Yordania dan di bagian timur melalui Semenanjung Arabia, khususnya Hadramaut yang berhadapan langsung ke Indonesia. Dari Semenanjung Arabia penyebaran agama Islam ke Indonesia lebih murni, diantaranya aliran Wahabi (dari nama Abdul Wahab) yang terkenal keras dalam penyiaran agama. Daerah yang merasakan pengaruhnya adalah Sumatra Barat.
Melalui jalur selatan yang berpangkal di Mesir. Dari kota Kairo yang merupakan pusat penyiaran agama secara modern. Indonesia memperoleh pengaruh utama dari organisasi keagamaan yang disebut Muhammadiyah.
Secara teperinci golongan penyebar agama Islam di Indonesia ada 3 yaitu:
Melalui jalut tengah, dari bagian lembah Yordania dan di bagian timur melalui Semenanjung Arabia, khususnya Hadramaut yang berhadapan langsung ke Indonesia. Dari Semenanjung Arabia penyebaran agama Islam ke Indonesia lebih murni, diantaranya aliran Wahabi (dari nama Abdul Wahab) yang terkenal keras dalam penyiaran agama. Daerah yang merasakan pengaruhnya adalah Sumatra Barat.
Melalui jalur selatan yang berpangkal di Mesir. Dari kota Kairo yang merupakan pusat penyiaran agama secara modern. Indonesia memperoleh pengaruh utama dari organisasi keagamaan yang disebut Muhammadiyah.
Secara teperinci golongan penyebar agama Islam di Indonesia ada 3 yaitu:
- Golongan Mubaligh atau guru agama Islam (sufi). Gologan ini adalah orang yang mempunyai orientasi bedakwah dan masuk ke Indonesia kira-kira abad ke-13 M yang berasal dari Arab dan Persia.
- Golongan Pedagang. Golongan pedagang pertama kali masuk Indonesia adalah orang Arab, disusul orang Mesir, Persia dan Gujarat.
- Golongan Wali. Wali yang terkenal memperkenalkan ajaran Islam di Indonesia adalah Wali songo, antara lain:
1. Sunan
Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maghribi (Gresik).
2.Sunan Ngampel atau Raden Rahmat (Ngampel Surabaya).
3.Sunan Bonang atau Radem Maulana Makdum Ibrahim (Bonang Tuban).
4.Sunan Drajat atau Syarifudin (Sedayu Surabaya).
5.Sunan Giri atau Prabu Satmata atau Sultan Abdul Fakih (Giri Gresik).
6.Sunan Kalijaga (Kadilangu Demak).
7.Sunan Kedus atau Jafar Sodiq (Kudus).
8.Sunan Muria atau Raden Umar Said (Gunung Muria Kudus).
9.Sunan Gunung Jati (Gunung Jati Cirebon).
2.Sunan Ngampel atau Raden Rahmat (Ngampel Surabaya).
3.Sunan Bonang atau Radem Maulana Makdum Ibrahim (Bonang Tuban).
4.Sunan Drajat atau Syarifudin (Sedayu Surabaya).
5.Sunan Giri atau Prabu Satmata atau Sultan Abdul Fakih (Giri Gresik).
6.Sunan Kalijaga (Kadilangu Demak).
7.Sunan Kedus atau Jafar Sodiq (Kudus).
8.Sunan Muria atau Raden Umar Said (Gunung Muria Kudus).
9.Sunan Gunung Jati (Gunung Jati Cirebon).
Di samping itu,
penyiaran agama Islam dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
- Perdagangan. Proses Islamisasi melalui perdagangan sangat menguntungkan dan lebih efektif cara-cara lain. Apalagi yang terlibat bukan hanya masyarakat dari golongan bawah melainkan juga dari golongan atas seperti kaum bangsawan atau para raja.
- Perkawinan. Para pedagang Islam dalam melakukan perdagangan memerlukan waktu yang lama, sehingga harus menetap di suatu daerah tertentu. Keadaan ini mempercepat hubungan dengan kaum pribumi/bangsawan. Terkadang juga sampai dengan perkawinan, sehingga melalui perkawinan terlahir seorang muslim.
- Politik. Pengaruh kekuasaan seorang raja berpengaruh besar dalam proses Islamisasi. Setelah raja memeluk Islam, maka rakyatnya mengikuti jejak rajanya. Setelah tersosialisasi dengan agama Islam, maka kepentingan politik dilaksanakan melalui perluasan wilayah kerajaanyang diikuti dengan penyebaran agama Islam.
- Pendidikan. Para ulama, guru agama atau para kyai juga memiliki peran penting dalam penyebaran Islam. Dengan mendirikan pondok pesantren sebagai tempat pengajaran agama Islam bagi para santri.
- Kesenian. Melalui kesenian penyebaran agama Islam dapat dilakukan seperti melakukan pertunjukan wayang dan gamelan. Kesenian tersebut sangat digemari masyarakat. Dengan bercerita atau berdakwah para ulama dapat menyisipkan ajaranagama Islam.
- Tasawuf. Para ahli tasawuf biasanya memiliki keahlian yang dapat membantu rakyat, seperti menyembuhka penyakit dan lain-lain. Penyebaran agama Islam yang mereka lakukan disesuaikan dengan kondisi, alam pikiran dan budaya masyarakat pada saat itu, sehingga ajaran Islam dengan mudah diterima masyarakat.
C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan
Ilmu-ilmu
Keagamaan
Perjuangan itu dilakukan, diberbagai aspek antara lain pendidikan,
kesehatan, dakwah, sosial, politik hingga teknologi. Setidaknya ada dua cara
yang dilakukan oleh para ulama dalam menumbuhkembangkan ajarannya yaitu sebagai
berikut :
1. Membentuk
kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai mubalig ke daerah-daerah yang
lebih luas.
2. Melalui
karya-karya tulisan yang tersebar dan dibaca di seluruh Nusantara. Karya-karya
itu mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu agama di Indonesia pada
masa itu.
Ilmuwan-ilmuwan muslim di Indonesia tersebut, antara lain :
Ilmuwan-ilmuwan muslim di Indonesia tersebut, antara lain :
·
Hamzah Fansuri (sufi) dari Sumatera Utara. Karyanya
yang berjudul Asrar Al Arifin fi Bayan ila Suluk wa At Tauhid.
·
Syamsuddin As Sumatrani dengan karyanya berjudul
Mir’atul Mu’min (Cermin Orang Beriman).
·
Nurrudin Ar Raniri, yaitu seorang yang berasal dari
India keturunan Arab Quraisy Hadramaut. Karya-karyanya meliputi ilmu fikih,
hadis, akidah, sejarah, dan tasawuf yang diantaranya adalah As Sirat Al
Mustaqim (hukum), Bustan As Salatin (sejarah), dan Tibyan fi Ma’rifat Al Adyan
(tasawuf).
·
Abdul Muhyi yang berasal dari Jawa. Karyanya adalah
kitab Martabat Kang Pitu (Martabat yang Tujuh).
·
Sunan Bonang dengan karyanya Suluk Wijil
·
Ronggowarsito dengan karyanya Wirid Hidayat Jati
·
Syekh Yusuf Makasar dari Sulawesi (1629-1699 M).
Karya-karyanya yang belum diterbitkan sekitar 20 buah yang masih berbentuk
naskah.
h. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1812 M) seorang ulama produktif yang menulis kitab sabitul Muhtadil (fikih).
h. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1812 M) seorang ulama produktif yang menulis kitab sabitul Muhtadil (fikih).
·
Syekh Nawawi Al Bantani yang menulis 26 buah buku
diantaranya yang terkenal Tafsir Al Muris
·
Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau (1860-1916 M)
D. Arsitektur Bangunan
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau memiliki penduduk yang juga
terdiri dari beragam suku, bangsa, adat, kebiasaan dan kebudayaan
masing-masing. Oleh karena itu perbedaan latar belakang tersebut, arsitektur
bangunan-bangunan Islam di Indonesia tidak sama antara satu tempat dengan
tempat yang lainnya. Beberapa hasil seni bangunan pada masa pertumbuhan dan
perkembangan Islam di Indonesia antara lain. Masjid-masjid kuno di Demak,
Sandang Duwur Agung di Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten dan Masjid Baiturahman
di Aceh.
Beberapa masjid masih memiliki seni masih memiliki seni bangunan yang menyerupai bangunan merupai pada zaman Hindu. Ukiran-ukiran pada mimbar, hiasan lengkung pola kalamakara, mihrab dan bentuk mastaka atau memolo menunjukkan hubungan yang erat dengan kebudayaan agama Hindu, seperti Masjid Sendang Duwur.
E. Hikmah
Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Setelah memahami
bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang khas dan
memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil hikmah,
diantaranya sebagai berikut:
1. Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.
2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras.
3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras.
3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
F. Manfaat dari
perkembangan islam di indonesia
Banyak manfaat yang dapat kita ambil untuk
dilestarikan diantaranya sebagai berikut:
1. Kehadiran para pedagang Islam yang telah
berdakwah dan memberikan pengajaran Islam di bumi Nusantara turut memberikan
nuansa baru bagi perkembangan pemahaman atas suatu kepercayaan yang sudah ada
di nusantara ini.
2. Hasil karya para ulama yang berupa buku sangat berharga untuk dijadikan sumber pengetahuan.
3. Kita dapat meneladani Wali Songo telah berhasil dalam hal-hal seperti berikut.
a. Menjadikan masyarakat gemar membaca dan mempelajari Al Quran.
b. Mampu membangun masjid sebagai tempat ibadah dalam berbagai bentuk atau arsitektur hingga ke seluruh pelosok Nusantara
4. Mampu memanfaatkan peninggalan sejarah, termasuk situs-situs peninggalan para ulama, baik berupa makam, masjid, maupun peninggalan sejarah lainnya.
5. Seorang ulama atau ilmuwan dituntut oleh Islam untuk mempraktikkan tingkah laku yang penuh keteladanan agar terus dilestarikan dan dijadikan panutan oleh generasi berikutnya.
6. Para ulama dan umara bersatu padu mengusir penjajah meskipun dengan persenjataan yang tidak sebanding.
2. Hasil karya para ulama yang berupa buku sangat berharga untuk dijadikan sumber pengetahuan.
3. Kita dapat meneladani Wali Songo telah berhasil dalam hal-hal seperti berikut.
a. Menjadikan masyarakat gemar membaca dan mempelajari Al Quran.
b. Mampu membangun masjid sebagai tempat ibadah dalam berbagai bentuk atau arsitektur hingga ke seluruh pelosok Nusantara
4. Mampu memanfaatkan peninggalan sejarah, termasuk situs-situs peninggalan para ulama, baik berupa makam, masjid, maupun peninggalan sejarah lainnya.
5. Seorang ulama atau ilmuwan dituntut oleh Islam untuk mempraktikkan tingkah laku yang penuh keteladanan agar terus dilestarikan dan dijadikan panutan oleh generasi berikutnya.
6. Para ulama dan umara bersatu padu mengusir penjajah meskipun dengan persenjataan yang tidak sebanding.
G. Perilaku
Penghayatan Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Ada beberapa perilaku
yang merupakan cerminan dari penghayatan terhadap manfaat yang dapat diambil
dari sejarah perkembangan Islam, yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Berusaha menjaga persatuan dan kerukunan
antaraumat beragama, saling menghormati, dan tolong menolong.
2. Menyikapi kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan tetap meyakini bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya.
3. Sumber ilmu pengetahuan yang berupa karya tulis dari para ulama hendaknya terus digali atau dipelajari dan dipahami maksudnya.
2. Menyikapi kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan tetap meyakini bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya.
3. Sumber ilmu pengetahuan yang berupa karya tulis dari para ulama hendaknya terus digali atau dipelajari dan dipahami maksudnya.
PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
A. SEBELUM KEMERDEKAAN
Islam masuk ke Indonesia
pada abad pertama hijriyah atau abad ke tujuh sampai abad ke
delapanmasehi. Ini mungkin didasarkan kepada penemuan batu nisan seorang
wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun dileran dekat Surabaya
bertahun 475 H atau 1082 M. Sedang menurut laporan seorang musafir
Maroko Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya
ke negeri Cina pada tahun 1345 M. Agama islam yang bermahzab Syafi’I
telah mantap disana selama se abad, oleh karena itu berdasarkan bukti
ini abad ke XIII di anggap sebagai awal masuknya agama islam ke
Indonesia.
Daerah yang pertama-pertama dikunjungi ialah :
- Pesisir Utara pulau Sumatera, yaitu di peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara.
- Pesisir Utara pulau Jawa kemudian meluas ke Maluku yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Maja Pahit.
Pada permulaan abad ke XVII dengan masuk islamnya penguasa kerajaan Mataram, yaitu: Sultan Agung maka kemenangan agama islam hampir meliputi sebagai besar wilayah Indonesia.
Sejak pertengahan abad ke XIX, agama islam di Indonesia secara bertahap mulai meninggalkan sifat-sifatnya yang Singkretik (mistik). Setelah banyak orang Indonesia
yang mengadakan hubungan dengan Mekkah dengan cara menunaikan ibadah
haji, dan sebagiannya ada yang bermukim bertahun-tahun lamanya.
Ada tiga tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni :
1. Pada Masa Kesultanan
Daerah
yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah
Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam
secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, social dan politik
penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama islam itu
telah menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Dikerajaan tersebut
agama islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaiut banyaknya nama-nama islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.
Dikerjaan
Banjar dengan masuk islamnya raja banjar. Perkembangan islam
selanjutnya tidak begitu sulit, raja menunjukkan fasilitas dan kemudahan
lainnya yang hasilnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang
benar-benar bersendikan islam. Secara konkrit kehidupan keagamaan di
kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan Qadhi atas jasa
Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan Tasawuf.
Islam
di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia banyak
memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama
Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau paling
tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo
sangatlah berjasa dalam pengembangan agama islam di pulau Jawa.
Menurut
buku Babad Diponegoro yang dikutip Ruslan Abdulgani dikabarkan bahwa
Prabu Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan Mojo Pahit, setelah
mendengar penjelasan Sunan Ampel dan sunan Giri, maksud agam islam dan
agama Budha itu sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda. Oleh karena
itu ia tidak melarang rakyatnya untuk memeluk agama baru itu (agama
islam), asalkan dilakukan dengan kesadaran, keyakinan, dan tanpa paksaan
atau pun kekerasan.
2. Pada Masa Penjajahan
Dengan datangnya pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India
yang beragama islam, kaum pedagang barat yang beragama Kristen
melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi
persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan Indonesia.
Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan islam di
sepanjang pesisir kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah, kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.
Waktu
itu kolonial belum berani mencampuri masalah islam, karena mereka belum
mengetahui ajaran islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem
social islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi
kepada para bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka
agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara dibidang perkawinan dan
kewarisan.
Tahun
1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada
tahun 1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya
instruksi kepada bupati dan wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar
tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan Gubernur
Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama
yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara perkawinan, kewarisan,
perwalian, dan perwakafan.
Apalagi
setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat
urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat
kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck
mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan
Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik
islamnya. Dengan politik itu, ia membagi masalah islam dalam tiga
kategori :
- Bidang agama murni atau ibadah
Pemerintahan
kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat islam untuk melaksanakan
agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
- Bidang sosial kemasyarakatan
Hukum islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adapt kebiasaan.
- Bidang politik
Orang
islam dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang
menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.
3. Pada Masa Kemerdekaan
Terdapat
asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa
masa kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan
dibentuk hari ini. Demikian pula halnya dengan kenyataan umat islam Indonesia pada masa kini, tentu sangat dipengaruhi masa lalunya.
Islam di Indonesia telah diakui sebagai kekuatan cultural, tetapi islam dicegah untuk merumuskan bangsa Indonesia
menurut versi islam. Sebagai kekuatan moral dan budaya, islam diakui
keberadaannya, tetapi tidak pada kekuatan politik secara riil (nyata) di
negeri ini.
Seperti
halnya pada masa penjajahan Belanda, sesuai dengan pendapat Snouck
Hurgronye, islam sebagai kekuatan ibadah (sholat) atau soal haji perlu
diberi kebebasan, namun sebagai kekuatan politik perlu dibatasi.
Perkembangan selanjutnya pada masa Orde Lama, islam telah diberi tempat
tertentu dalam konfigurasi (bentuk/wujud) yang paradoks, terutama dalam
dunia politik. Sedangkan pada masa Orde Baru, tampaknya islam diakui
hanya sebatas sebagai landasan moral bagi pembangunan bangsa dan negara.
B. SESUDAH KEMERDEKAAN
1. Pra Kemerdekaan
Ajaran
islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu
saja. Berdasarkan pengalaman melawan penjajah yang tak mungkin dihadapi
dengan perlawanan fisik, tetapi harus melalui pemikiran-pemikiran dan
kekuatan organanisasi. Seperti :
- Budi Utomo (1908) - Taman Siswa (1922)
- Sarikat Islam (1911) - Nahdhatul Ulama (1926)
- Muhammadiyah (1912) - Partai Nasional Indonesia (1927)
- Partai Komunis Indonesia (1914)
Menurut Deliar Noer, selain yang tersebut diatas masih ada organisasi islam lainnya yang berdiri pada masa itu, diantaranya:
- Jamiat Khair (1905)
- Persyarikatan Ulama ( 1911)
- Persatuan Islam (1920)
- Partai Arab Indonesia (1934)
Organisasi
perbaharu terpenting dikalangan organisasi tersebut diatas, adalah
Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan, dan Nadhatul Ulama
yang dipelopori oleh K.H Hasyim Asy’ari.
Untuk
mempersatukan pemikiran guna menghadapi kaum penjajah, maka
Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama bersama-sama menjadi sponsor pembentukan
suatu federasi islam yang baru yang disebut Majelis Islan Ala Indonesia
( Majelis Islam Tertinggi di Indonesia ) yang disingkat MIAI, yang
didirikan di Surabaya pada tahun 1937.
Masa
pemerintahan Jepang, ada tiga pranata sosial yang dibentuk oleh
pemerintahan Jepang yang menguntungkan kaum muslim di Indonesia, yaitu :
a. Shumubu,
yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman
Belanda, yang dipimpin oleh Hoesein Djayadiningrat pada 1 Oktober 1943.
b. Masyumi, ( Majelis Syura Muslimin Indonesia
) menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943, Tujuan
didirikannya adalah selain untuk memperkokohkan Persatuan Umat Islam di
Indonesia, juga untuk meningkatkan bantuan kaum muslimin kepada usaha
peperangan Jepang.
c. Hizbullah,
( Partai Allah atau Angkatan Allah ) semacam organisasi militer untuk
pemuda-pemuda muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin. Organisasi
inilah yang menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
2. Pasca Kemerdekaan
Organisasi-organisasi
yang muncul pada masa sebelum kemerdekaan masih tetap berkembang di
masa kemerdekaan, seperti Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Masyumi dan lain
lain. Namun ada gerakan-gerakan islam yang muncul sesudah tahun 1945
sampai akhir Orde Lama. Gerakan ini adalah DI/TII yang berusaha dengan
kekerasan untuk merealisasikan cita-cita negara islam Indonesia.
Gerakan kekerasan yang bernada islam ini terjadi diberbagai daerah di Indonesia diantaranya :
- Di Jawa Barat, pada tahun 1949 – 1962
- Di Jawa Tengah, pada tahun 1965
- Di Sulawesi, berakhir pada tahun 1965
- Di Kalimantan, berakhir pada tahun 1963
- Dan di Aceh, pada tahun 1953 yang berakhir dengan kompromi pada
tahun 1957
0 komentar:
Posting Komentar