Pages

Selasa, 09 September 2014

sejarah kebudayaan islam di indonesia

Pengertian Kebudayaan:
      Menurut Prof. Koentjaraningrat dalam buku pengantar ilmu Antropologi (2009:181), kata kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada sarjana lain yang mengupas budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dan budi. Karena itu mereka membedakan budaya dan kebudayaan. Demikianlah budaya adalah daya dan budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa itu. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu. Dalam istilah ilmu Antropologi budaya, perbedaan itu di tiadakan. Kata budaya di sini hanya dipakai  sagai suatu singkat saja dari kebudayaan dengan arti yang sama.
      Menurut Prof Koentjaraningrat dalam buku pengantar ilmu Antropologi (2009:182), kebudayaan berasal dari kata culture merupakan kata asing yang sama artinya dengan kebudayaan. Berasal dari latin colere yang bearti mengolah, megerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam. Disamping istilah kebudayaan ada pula istilah peradaban. Hal yang terakhir adalah sama dengan istilah ingggris civilization. Istilah tersebut biasanya dipakai untuk menyebutkan bagian unsure dari kebudayaan yang halus, maju, dan indah misalnya kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan santun pergaulan dan sebagainya. Istilah peradaban sering juga dipakai untuk menyebutkan suatu kebudayaan yang mempunyai system teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa dan sebagainya.
     Dalam ilmu antropologi, yang telah menjadikan berbagai cara hidup manusia dengan berbagai macam sistem tindakan tadi sebagai obyek penelitian dan analisanya, aspek belajar itu merupakan aspek yang sangat penting. Itulah sebabnya dalam hal memberi pembatasan terhadap konsep “kebudayaan” atau culture itu, artinya dalam hal memberi definsi terhadap konsep “kebudayaan”, ilmu antropologi sering kali sangat berbeda denga berbagai ilmu lain. Juga apabila dibandingkan dengan arti yang biasanya diberikan kepada konsep itu dalam bahasa sehari-hari, yaitu arti yang terbatas kepada hal-hal yang indah seperti candi, tari-tarian, seni suara, kesusteraan dan filsafat, definisi ilmu antropologi jauh lebih luas sifat dan ruang lingkupnya. Menurut ilmu antropologi, “kebudayaan” adalah : keseluruhan sstem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat.1979:179-180).
     Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tidakan manusia adalah “kebudayaan” karena hanya amat sedikit tindakan manusia alam rangka kehidupan masyarakat yang tak perlu dibiasakannya dengan belajar, yaitu hanya beberapa naluri beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi, atau kelakuan apabila ia sedang membabi buta. Bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang terbawa oleh makhluk manusia dengan gen-nya bersama kelahirannya (seperti  misalnya makan, minum atau berjalan dengan kedua kakinya), juga dirombak olehnya menjadi tindakan kebudayaan. Manusia makan pada waktu-waktu tertentu yang dianggapnya wajar dan pantas, ia makan dan minum dengan alat-alat, cara-cara dan sopan santun dan protocol yang sering sekali sangat rumit, yang harusnya dipelajari denga susah payah. Manusia berjalan tidak menurut wujud organisma yang  telah ditentukan oleh alam, melainkan merombak cara berjalanna dengan gaya seperti prajurit, berjalan dengan gaya lemah lembut, berjalan seperti pragawati, dan sebagainnya, yang semuanya harus dipelajarinya dahulu (Koentjaraningrat.1979:179-180).
     Memang, definisi yang menganggap bahwa “kebudayaan dan “tindakan keudayaan” itu adalah segala tindakan yang harus dibiasakan oleh manusia dengan belajar (learned behavior), juga diajukan oleh beberapa ahli antropologi terkenal seperti C. Wissler, C. Kluckhon, A. Davis, atau A. Hoebel. Definisi-defiinisi yang mereka ajukan hanya merupakan beberapa saja di antara banyak definisi lain yang pernah diajukan, tidak hanya oleh para sarjana aantropologi, melainkan juga oleh para sarjana ilmu-ilmu lain seperti sosiologi, filsafat, sejarah dan kesustraan. Dua orang sarjana antropologi, AL. Kroeber dan C. Kluckhohn, pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi tentang kebudayaan yang pernah dinyatakan orang dalam tulisan, dan ternyata bahwa ada paling sedikit 160 buah definisi. Ke-160 buah defiisis itu kemudian mereka analisa, dicari latar belakang, prinsip, dan intinya, kemudian diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe definisi. Hasil penelitian megenai definisi kebudayaan tadi diterbitkan bersama menjadi buku berjudul : Culture, A Critical Review of Concepts and Definitions (Koentjaraningrat.1979:179-180).
Menurut ilmu antropologi yang dikemukakan oleh koentjaraningrat (2009:144) kebudayaan adalah keseluruan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan yang dijadikan milik diri manusia dengan proses belajar. Hal tersebut bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri, beberapa reflex, beberapa tindakan akibat proses fisiologi atau kelakuan membabi buta. Bahkan beberapa tindakan manusia yang mrupakan kemampuan naluri yang terbawa gen bersama kelahiranya (seperti makan, minum atau berjalan dengan kedua kakinya). Adapun pengertian yang lain  mengenai kebudayaan adalah sebagai berikut Menurut E.B Taylor dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar (2006:27), budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggaota masyarakat.
     Menurut R. Linton dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar (2006:27-28), kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
     Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar (2006:28), mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
     Menurut Herkovits dalam buku Ilmu Sosial Budaya Dasar (2006:28), kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.
Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non material. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana menujju tahapan yang lebih kompeks (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:28).

Adapun unsur-unsur dari kebudayaan yang terbagi menjadi :
1.   Bahasa
2.   Sistem pengetahuan
3.   Organisasi sosial
4.   Sistem peralatan
5.   Sistem mata pencaharian hidup
6.   Sistem religi
7.   Kesenian
     Ada beberapa perwujudan dari kebudayaan yang dapat dibagi dan digolongkan dalam tiga wujud, yaitu (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:28):
1.    Wujud sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.  
Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifst abstrak, tak dapat diraba, dipegang, ataupun difoto, dan tempat ada di alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang ersangkutan itu hidup. Kebudayaan ini disebut pula dengan tata kelakuan, hal ini menunjukkan bahwa budaya idea mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan, dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ini dapat disebut adat atau adat istiadat, yang sekarang banyak disimpan dalam arsip, tape, dan komputer (Dr. Elly M.Setiadi dkk. 2005:29).
2.    Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
     Wujud tersebut dinamakan system social, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan karena dalam system social ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat Lebih jelasnya tampak dalam bentuk perilaku dan bahasa pada saat mereka berinteraksi dalam pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:29).
3.    Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
     Wujud ini biasa disebut dengan kebudayaan fisik. Di mana wujud budaya ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik (akivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam  masyarakat). Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat kecil. Seperti contoh Candi Borobudur, kain batik, dan lain sebagainya (Dr. Elly M.Setiadi dkk. 2005:28).
Adapun beberapa hal yang terkandung dalam kebudayaan, yakni sebagai berikut (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:30):
1.    Sistem Pengetahuan
     Sistem pengetahuan di sini merupakan bagian yang tidak akan pernah hilang dalam  perjalanan hidup manusia. Sistem pengetahuan di sini menyangkut dalam pengetahuan tentang alam sekitar, tubuh manusia, sifat-sifat dan tingkah laku sesame manusia, dan ruang dan waktu (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:30).
2.    Nilai
    Nilai merupakan sesatu yang dianggap baik dan selalu dinginkan, dicita-citakan, dan juga dianggap penting oleh seluruh manusia dalam bermasyarakat. Ada beberapa aspek dalam penilaian dalam hal ini, yakni aspek keindahan (nilai estetika), baik (nilai-moral atau e tis), religious ( nilai agama), (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:31).
3.   Pandangan Hidup
     Pandangan Hidup merupakan pedoman hidup manusia dalam menyelesaikan suatupermasalahan (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:31).
4.   Kepercayaan
     Kepercayaan ini memiliki arti yang lebih luas dari pada agama, yakni suatu keyakinan pada suatu hal yang dianggap bisa membantu dan menolong untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Dr. Elly M Setiadi dkk. 2005:31).
5.   Persepsi
     Persepsi atau sudut pandang merupakan suatu titik tolak pemikiran yang tersusun dari seperangkat kata-kata yang digunakan utuk memahami kejadian atau gejala dalam kehidupan. Persepsi terrdiri atas tiga hal, yakni persepsi sensorik (persepsi yang terjadi  tanpa menggunakan salah satu indera manusia), persepsi telepati (kemampuan pengetahuan kegiatan mental individu lain), Persepsi clairvoyance (kemampuan untuk melihat peristiwa atau kejadian di tempat lain, jauh dari orang yang bersangkutan).
2.2 Sejarah kebudayaan Islam di Indonesia
Sejarah masuknya kebudayaan Islam di Indonesia khususnya di tanah jawa di tandai dengan adanya Wali Songo yang diyakini merupakan penyebar agama islam di daerah jawa pada abad 14, selain itu Islam masuk ke Indonesia melalui pedagang-pedagang Islam dari Timur Tengah pada zaman kerajaan. Wali songo atau Wali Sanga ini diperkirakan tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain (http://id.wikisource.org/wiki/wali-songo_.28.E2.80.93.29).
      Pengertian dari wali songo adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari , bahasa Jawayang berarti tempat. Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir. Para Walisongo juga merupakan intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian,
kemasyarakatan, hingga kepemerintahan. 
     Adapaun tokoh-tokoh dari Wali Songo, yakni sebagai berikut :

1.    Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau Mursyid Akbar Thariqat Wali Songo . Nasab As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim Nasab Maulana Malik Ibrahim menurut catatan Dari As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini yang kumpulan catatannya kemudian dibukukan dalam Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang terdiri dari beberapa volume (jilid). Dalam Catatan itu tertulis: As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat Zainal Alam bin As-Sayyid Husain Jamaluddin bin As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin As-Sayyid Abdullah bin As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Al-Imam Isa bin Al-Imam Muhammad bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Al-Imam Ja’far Shadiq bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Al-Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti Nabi Muhammad Rasulullah. Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek Bantal. Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur 

2.    Sunan Ampel ( Raden Rahmat)

Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad, menurut riwayat ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti Ming. Nasab lengkapnya sebagai berikut: Sunan Ampel bin Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin Sayyid Ahmad Jalaluddin bin Sayyid Abdullah bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Sayyid Alwi Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali’ Qasam bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Alwi bin Sayyid Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid Isa bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Ali Al-Uraidhi bin Imam Ja’far Shadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti Syari’ah,Sunan Derajat,Sunan Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden Zainal Abidin (Sunan Demak),Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2. Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya 

3. Sunan Bonang

Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525 

4. Sunan Drajat

Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522 

5. Sunan Kudus

Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550 

6. Sunan Giri

Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima 

7. Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh Subakir). Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, menikahi juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri 

8. Sunan Muria (Raden Umar Said)

Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama Dewi Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus 

9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten 

2.3 Bentuk-bentuk kebudayaan Islam di Indonesia

      Cakupan atau bagian dari budaya itu sendiri adalah spiritual (pengalaman agama yang pernah di alami atau pengalaman rohani) atau budaya yang hanya sebatas gagasan, konsep dalam pemikiran, intelektual (wawasan dari pengetahhuan-pengetahuan atau wawasan keilmuan), sikap artistik (rasa keindahan) yang dihasilkan oleh masyarakat, termasuk tradisi, kebiasaan, adat, moral, hukum dan hubungan sosial, selain itu yang terpenting dari budaya adalah hasil dari budaya itu sendiri, baik dalam bentuk material maupun inmaterial. Dari pemaparan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kebudayaan Islam adalah spiritual, intelektual, sikap artistik, tradisi, kebiasaan, adat, moral, hukum, dan hubungan sosial yang dihasilkan oleh Nabi Muhammad saw. dan masyarakat Islam dari waktu ke waktu. Dari uraian tersebut jika kita bahasakan dalam istilah sehari-hari yang sudah biasa kita kenal, maka bentuk atau wujud kebudayaan Islam itu dapat berupa sebagai berikut :
1. Bidang politik dan pemerintahan
Pola kepemimpinan dalam Islam baik ketika rasulullah masih hidup maupun ketika beliau sudah meninggal terus berkembang, hal ini melandasi dasar keimanan seseorang terhadap Allah dan rasulnya. Corak kepemimpinan pada masa Khullafaaurrasyidin, pasti berbeda dengan corak kepemimpinan pada masa Dinasti Bani Ummayyah, dan pada masa Dinasti Abbasiyah, hal ini karena setiap masa akan selalu lahir pemikir-pemikir baru. Di Indonesia sendiri umat islam sangat medominasi sistem pemerintahan maupun politik di Indonesia, karena memang pelaku-pelaku pemerintahan dan politik di Indonesia adalah sebagian besar umat Islam (Antoy Black 2005:48).
2. Bidang sosial dan ekonomi
Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki etos kerja yang tinggi. Ekonomi adalah modal dasar untuk membangun umat agar tetap melanjutkan nilai-nilai perjuangan menegakkan syariat Islam karena memang cirri dari suatu pembangunan adalah ekonomi, ada beberapa landasan-landasan hukum ekonomi islam, yakni Al-qur’an, sunnah, hadist dan lain-lain, karena memang umat Islam haruslah berprilaku sesuai apa yang diajarkan oleh Al-qur’an, sesuai dengan aturan-aturan yang terkandung dalam Al-qur’an dan juga sesuai dengan sunah rosul atau apa yang dilakukan oleh rosullah dan juga sesuai hadist. Rasulullah adalah seorang pedagang yang jujur, beliau telah mencontohkan kepada kita bagaimana cara mengembangkan wawasan perekonomian pada waktu di Mekkah dan Madinah. (Dra, Hulwati 2009:62).
3. Bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan
Rasulullah mengajarkan bahwa menuntut ilmu hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan, dalam Islam pendidikan merupakan hal yang sangat penting, selain itu Rasullah mengajarkan untuk selalu mengamalkan ilmu yang telah di miliki, karena memang pahala yang didapat sangatlah besar, dan juga menguntungkan untuk orang-orang diskitarnya. Masa keemasan pada Dinasti Abbasiyah telah menunjukkan betapa Islam telah mampu memberikan sumbangan berharga untuk kemajuan pengetahuan peradaban manusia. Selain itu ada beberapa contoh kebudayaan islam di Indonesia, yakni seperti pesantren, dan bisa dibilang Indonesia sendiri identik dengan pesantren, berarti ini menunjukkan bahwa pesantren atau kebudayaan islam sangatla mempengaruhi di Indonesia. Perkembangan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan umat Islam sendiri sangatlah mengagumkan, hal ini bisa dilihat dari pemikir-pemikir besar dunia yang merupakan umat Islam, meskipun tidak semuanya, tetapi setidaknya umat Islam telah menyumbangkan atau memberikan pengetahuan kepada dunia pendidikan maupun kepada  dunia pengetahuan (Dr. M. Roqib, M. Ag. 2009:59).
4. Bidang seni (seni suara, seni musik, seni tari, seni rupa, dan seni arsitektur).
Kebudayaan manusia akan terus berkembang dari waktu ke waktu baik itu dalam dalam bidang ekonomi, pengetahuan, sosial, maupun politik. Jadi bukan hanya kepandaian dalam bidang seni membaca Al-Qur’an saja yang dianggap merupakan seni dari agama Islam, tetapi kepandaian membaca Al-qur’an juga masuk dalam kategori seni suara, seni musik pun yang mengandung unsur-unsur kebudayaan islam juga berkembang pesat seperti rebana, kasidah, nasid. Seni tari pun juga mengalami perkembangan dari masa-masa sebelumnya seperti tara ala sufi, tari Saman. Seni rupa seperti kaligrafi Al-Qur’an merupakan seni dari kebudayaan Islam yang perkembangannya sangatlah dirasakan dalam budaya Indonesia, dan juga merupakan kebudayaan Islam yang sangat berkembang di Indonesia. Seni arsitektur atau seni bangunan juga tidak kalah berkembang, hampir kebanyakan corak atau seni bangunan di Indonesia sangat terpengauh oleh budaya islam.( Islam Sehari-Hari Ronny Astrada 2011:80).
2.4 Kontribusi kebudayaan Islam di Indonesia
Di antara  kontribusi kebudayaan islam yang ada di indonesia adalah  dari bentuk budaya atau tradisi yang masi mengakar pada nilai-nilai masyarakat islam di indonesia dan menjadi kepercayaan mereka mesing-masing. Kesenian-kesenian baik seni rupa, seni kriya dan lain-lain juga merupakan kontribusi kebudayaan Islam. Artefak-artefak yang sekarang menjadi aset benda kebudayaan negara yang sangat bernilai harganya juga termasuk kontribusi dari kebudayaan Islam yang ada di Indonesia. Diantara tradisi dan budaya tersebut antara lain:
1. Budaya tumpeng. Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut. Itulah sebabnya disebut nasi tumpeng. Olahan nasi yang dipakai, umumnya   berupa nasi kuning, meskipun kerap juga digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi keturunan Jawa, dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia mengenal kegiatan ini secara umum. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah tradisional) dan dialasi daun pisang. Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai “tumpengan”. Di Yogyakarta misalnya,   berkembangtradisi “tumpengan” pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari       Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara. Ada tradisi      tidak tertulis yang menganjurkan bahwa pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi     orang yang profesinya tertinggi dari orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. (majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XI/1428H/2008.)
2. Kebudayaan Peusijeuk, upah-upah (manyonggot), tepung tawar dan selamatan. Adat istiadat ini biasa diadakan apabila seseorang memiliki hajatan atau hendak pergi jauh untuk menghilangkan kesialan. Di daerah Aceh, acara ini disebut peusijeuk. Di pesisir Melayu disebut tepung tawar, dan di Jawa dikenal dengan sebutan selamatan. Di daerah Tapanuli Utara dan Asahan dikenal dengan sebutan upah-upah atau manyonggot. tepung tawar biasa dilakukan dengan menghambur-hambur beras kepada orang yang ditepung tawari. Adapun upah-upah, juga merupakan upacara menolak kesialan. Biasanya dilakukan terhadap orang yang sakit agar spiritualnya (roh) kembali ke jasadnya. Yaitu           dengan memasak ayam kemudian diletakkan di piring lalu dibawa mengitari orang yang akan diupah-upahi, kemudian disuapkan kepada orang tersebut. Tujuannya ialah mengembalikan semangat pada orang sakit itu. Acara-acara seperti tersebut di atas, tidak lepas dari unsur-unsur kepercayaan animisme, dan konon asal-usulnya berasal dari ritual-ritual nenek moyang. (majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XI/1428H/2008).
3. Kebudayaan Sungkeman. Kebudayaan ini berasal dari pulau Jawa yang umumnya dilakukan pada saat Hari Raya dan pada upacara pernikahan, tetapi kadang kala           dilakukan juga setiap kali bertemu. Dilakukan dengan cara sujud kepada orang tua atau orang yang dianggap sepuh (Jawa, tua atau dituakan). Adat ini mengandung unsur sujud dan rukuk kepada selain Allah, yang tentunya dilarang dalam Islam, tapi sujud dan rukuk tersebut bagi masyarakat jawa khususnya hanya sebagai tanda penghormatan kepada yang dianggap lebih tua atau yang dianggap derajadnya lebih tinggi dari pada dirinya.
 


Sejarah perkembangan kebudayaan agama islam di indonesia
A. Kedatangan dan Penyebaran Islam di Indonesia

Pada abad ke-1 hingga ke-7 M, pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa sering disinggahi pedagang asing, seperti Pelabuhan Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatra serta Pelabuhan Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Cikal bakal keberadaan Islam di Nusantara telah dirintis pada periode abad ke-1 hingga ke-5 H atau abad ke-7 hingga ke-8 M. Pada periode ini, para pedagang dan mubalig membentuk komunitas Islam. Para mubalig memperkenalkan dan mengajarkan Islam kepada penduduk setempat tentang Islam. Ajaran-ajaran Islam tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Islam mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan tolong menolong.
2. Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah, derajat semua manusia sama, kecuali takwanya.
3. Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak, dan saling mendengki.
4. Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap sesama manusia tanpa pilih kasih.

              Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan pengaruh Islam makin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan atau penguasa.
Proses Islamisasi diperkirakan sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Di Aceh, kerajaan Islam Samudra Pasai berdiri pada pertengahan abad ke-13 M sehingga perkembangan masyarakat muslim di Malaka semakin pesat. Ibnu Batutah menceritakan, Sultan Kerajaan Samudra Pasai, Sultan Al Malik Az Zahir dikelilingi oleh ulama dan mubalig Islam.
             Sementara itu di Jawa proses penyebaran Islam sudah berlangsung sejak abad ke-11 M dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang bertahun 475 H/1082M.
             Pengaruh Islam yang masuk ke Indonesia bagian timur, terutama Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang sepanjang pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku.
Menurut Tome Pires, masyarakat yang masuk Islam di Maluku dimulai kira-kira tahun 1460-1465 M. Mereka datang dan menyebarkan pembelajaran Islam melalui perdagangan, dakwah, dan perkawinan.
             Sulawesi, terutama bagian selatan, sejak abad 15 M sudah didatangi oleh pedagang-pedagang muslim yang kemungkinan berasal dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Pada abad ke-16 di daerah Goa sebuah kerajaan terkenal di daerah itu telah terdapat masyarakat muslim.
B. Saluran Penyebaran Islam Berdasarkan asal daerah dan waktunya

Dari daerah Mesopotamia yang dikenal sebagai Persia merupakan jalur utara. Dari Persia ke utara melalui darat Islam menyebar Afganistan, Pakistan dan Gujarat. Melalui laut ke timur menuju Indonesia. Dari jalur tersebut Islam memperoleh unsure baru yang disebut Tasawuf.
       Melalui jalut tengah, dari bagian lembah Yordania dan di bagian timur melalui Semenanjung Arabia, khususnya Hadramaut yang berhadapan langsung ke Indonesia. Dari Semenanjung Arabia penyebaran agama Islam ke Indonesia lebih murni, diantaranya aliran Wahabi (dari nama Abdul Wahab) yang terkenal keras dalam penyiaran agama. Daerah yang merasakan pengaruhnya adalah Sumatra Barat.
       Melalui jalur selatan yang berpangkal di Mesir. Dari kota Kairo yang merupakan pusat penyiaran agama secara modern. Indonesia memperoleh pengaruh utama dari organisasi keagamaan yang disebut Muhammadiyah.
Secara teperinci golongan penyebar agama Islam di Indonesia ada 3 yaitu:
  • Golongan Mubaligh atau guru agama Islam (sufi). Gologan ini adalah orang yang mempunyai orientasi bedakwah dan masuk ke Indonesia kira-kira abad ke-13 M yang berasal dari Arab dan Persia.
  • Golongan Pedagang. Golongan pedagang pertama kali masuk Indonesia adalah orang Arab, disusul orang Mesir, Persia dan Gujarat.
  • Golongan Wali. Wali yang terkenal memperkenalkan ajaran Islam di Indonesia adalah Wali songo, antara lain:
1. Sunan Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maghribi (Gresik).
2.Sunan Ngampel atau Raden Rahmat (Ngampel Surabaya).
3.Sunan Bonang atau Radem Maulana Makdum Ibrahim (Bonang Tuban).
4.Sunan Drajat atau Syarifudin (Sedayu Surabaya).
5.Sunan Giri atau Prabu Satmata atau Sultan Abdul Fakih (Giri Gresik).
6.Sunan Kalijaga (Kadilangu Demak).
7.Sunan Kedus atau Jafar Sodiq (Kudus).
8.Sunan Muria atau Raden Umar Said (Gunung Muria Kudus).
9.Sunan Gunung Jati (Gunung Jati Cirebon).

 

Di samping itu, penyiaran agama Islam dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
  • Perdagangan. Proses Islamisasi melalui perdagangan sangat menguntungkan dan lebih efektif cara-cara lain. Apalagi yang terlibat bukan hanya masyarakat dari golongan bawah melainkan juga dari golongan atas seperti kaum bangsawan atau para raja.
  • Perkawinan. Para pedagang Islam dalam melakukan perdagangan memerlukan waktu yang lama, sehingga harus menetap di suatu daerah tertentu. Keadaan ini mempercepat hubungan dengan kaum pribumi/bangsawan. Terkadang juga sampai dengan perkawinan, sehingga melalui perkawinan terlahir seorang muslim.
  • Politik. Pengaruh kekuasaan seorang raja berpengaruh besar dalam proses Islamisasi. Setelah raja memeluk Islam, maka rakyatnya mengikuti jejak rajanya. Setelah tersosialisasi dengan agama Islam, maka kepentingan politik dilaksanakan melalui perluasan wilayah kerajaanyang diikuti dengan penyebaran agama Islam.
  • Pendidikan. Para ulama, guru agama atau para kyai juga memiliki peran penting dalam penyebaran Islam. Dengan mendirikan pondok pesantren sebagai tempat pengajaran agama Islam bagi para santri.
  • Kesenian. Melalui kesenian penyebaran agama Islam dapat dilakukan seperti melakukan pertunjukan wayang dan gamelan. Kesenian tersebut sangat digemari masyarakat. Dengan bercerita atau berdakwah para ulama dapat menyisipkan ajaranagama Islam.
  • Tasawuf. Para ahli tasawuf biasanya memiliki keahlian yang dapat membantu rakyat, seperti menyembuhka penyakit dan lain-lain. Penyebaran agama Islam yang mereka lakukan disesuaikan dengan kondisi, alam pikiran dan budaya masyarakat pada saat itu, sehingga ajaran Islam dengan mudah diterima masyarakat.

C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan

     Ilmu-ilmu Keagamaan

Perjuangan itu dilakukan, diberbagai aspek antara lain pendidikan, kesehatan, dakwah, sosial, politik hingga teknologi. Setidaknya ada dua cara yang dilakukan oleh para ulama dalam menumbuhkembangkan ajarannya yaitu sebagai berikut :

1.      Membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai mubalig ke daerah-daerah yang lebih luas.
2.      Melalui karya-karya tulisan yang tersebar dan dibaca di seluruh Nusantara. Karya-karya itu mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu agama di Indonesia pada masa itu.

Ilmuwan-ilmuwan muslim di Indonesia tersebut, antara lain :

·         Hamzah Fansuri (sufi) dari Sumatera Utara. Karyanya yang berjudul Asrar Al Arifin fi Bayan ila Suluk wa At Tauhid.
·         Syamsuddin As Sumatrani dengan karyanya berjudul Mir’atul Mu’min (Cermin Orang Beriman).
·         Nurrudin Ar Raniri, yaitu seorang yang berasal dari India keturunan Arab Quraisy Hadramaut. Karya-karyanya meliputi ilmu fikih, hadis, akidah, sejarah, dan tasawuf yang diantaranya adalah As Sirat Al Mustaqim (hukum), Bustan As Salatin (sejarah), dan Tibyan fi Ma’rifat Al Adyan (tasawuf).
·         Abdul Muhyi yang berasal dari Jawa. Karyanya adalah kitab Martabat Kang Pitu (Martabat yang Tujuh).
·         Sunan Bonang dengan karyanya Suluk Wijil
·         Ronggowarsito dengan karyanya Wirid Hidayat Jati
·         Syekh Yusuf Makasar dari Sulawesi (1629-1699 M). Karya-karyanya yang belum diterbitkan sekitar 20 buah yang masih berbentuk naskah.
h. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1812 M) seorang ulama produktif yang menulis kitab sabitul Muhtadil (fikih).
·         Syekh Nawawi Al Bantani yang menulis 26 buah buku diantaranya yang terkenal Tafsir Al Muris
·         Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau (1860-1916 M)


D. Arsitektur Bangunan

Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau memiliki penduduk yang juga terdiri dari beragam suku, bangsa, adat, kebiasaan dan kebudayaan masing-masing. Oleh karena itu perbedaan latar belakang tersebut, arsitektur bangunan-bangunan Islam di Indonesia tidak sama antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Beberapa hasil seni bangunan pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain. Masjid-masjid kuno di Demak, Sandang Duwur Agung di Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten dan Masjid Baiturahman di Aceh.

Beberapa masjid masih memiliki seni masih memiliki seni bangunan yang menyerupai bangunan merupai pada zaman Hindu. Ukiran-ukiran pada mimbar, hiasan lengkung pola kalamakara, mihrab dan bentuk mastaka atau memolo menunjukkan hubungan yang erat dengan kebudayaan agama Hindu, seperti Masjid Sendang Duwur.

E. Hikmah Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Setelah memahami bahwa perkembangan Islam di Indonesia memiliki warna atau ciri yang khas dan memiliki karakter tersendiri dalam penyebarannya, kita dapat mengambil hikmah, diantaranya sebagai berikut:
1. Islam membawa ajaran yang berisi kedamaian.
2. Penyebar ajaran Islam di Indonesia adalah pribadi yang memiliki ketangguhan dan pekerja keras.
3. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskupin Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan ajaran dasar dalam Islam.
F. Manfaat dari perkembangan islam di indonesia
Banyak manfaat yang dapat kita ambil untuk dilestarikan diantaranya sebagai berikut:
1. Kehadiran para pedagang Islam yang telah berdakwah dan memberikan pengajaran Islam di bumi Nusantara turut memberikan nuansa baru bagi perkembangan pemahaman atas suatu kepercayaan yang sudah ada di nusantara ini.
2. Hasil karya para ulama yang berupa buku sangat berharga untuk dijadikan sumber pengetahuan.
3. Kita dapat meneladani Wali Songo telah berhasil dalam hal-hal seperti berikut.
a. Menjadikan masyarakat gemar membaca dan mempelajari Al Quran.
b. Mampu membangun masjid sebagai tempat ibadah dalam berbagai bentuk atau arsitektur hingga ke seluruh pelosok Nusantara
4. Mampu memanfaatkan peninggalan sejarah, termasuk situs-situs peninggalan para ulama, baik berupa makam, masjid, maupun peninggalan sejarah lainnya.
5. Seorang ulama atau ilmuwan dituntut oleh Islam untuk mempraktikkan tingkah laku yang penuh keteladanan agar terus dilestarikan dan dijadikan panutan oleh generasi berikutnya.
6. Para ulama dan umara bersatu padu mengusir penjajah meskipun dengan persenjataan yang tidak sebanding.
G. Perilaku Penghayatan Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Ada beberapa perilaku yang merupakan cerminan dari penghayatan terhadap manfaat yang dapat diambil dari sejarah perkembangan Islam, yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Berusaha menjaga persatuan dan kerukunan antaraumat beragama, saling menghormati, dan tolong menolong.
2. Menyikapi kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan tetap meyakini bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya.
3. Sumber ilmu pengetahuan yang berupa karya tulis dari para ulama hendaknya terus digali atau dipelajari dan dipahami maksudnya.
 
PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
A. SEBELUM KEMERDEKAAN
Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau abad ke tujuh sampai abad ke delapanmasehi. Ini mungkin didasarkan kepada penemuan batu nisan seorang wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun dileran dekat Surabaya bertahun 475 H atau 1082 M. Sedang menurut laporan seorang musafir Maroko Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya ke negeri Cina pada tahun 1345 M. Agama islam yang bermahzab Syafi’I telah mantap disana selama se abad, oleh karena itu berdasarkan bukti ini abad ke XIII di anggap sebagai awal masuknya agama islam ke Indonesia.
Daerah yang pertama-pertama dikunjungi ialah :
  1. Pesisir Utara pulau Sumatera, yaitu di peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara.
  2. Pesisir Utara pulau Jawa kemudian meluas ke Maluku yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Maja Pahit.
Pada permulaan abad ke XVII dengan masuk islamnya penguasa kerajaan Mataram, yaitu: Sultan Agung maka kemenangan agama islam hampir meliputi sebagai besar wilayah Indonesia.
Sejak pertengahan abad ke XIX, agama islam di Indonesia secara bertahap mulai meninggalkan sifat-sifatnya yang Singkretik (mistik). Setelah banyak orang Indonesia yang mengadakan hubungan dengan Mekkah dengan cara menunaikan ibadah haji, dan sebagiannya ada yang bermukim bertahun-tahun lamanya.
Ada tiga tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni :
1. Pada Masa Kesultanan
Daerah yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, social dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Dikerajaan tersebut agama islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaiut banyaknya nama-nama islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.
Dikerjaan Banjar dengan masuk islamnya raja banjar. Perkembangan islam selanjutnya tidak begitu sulit, raja menunjukkan fasilitas dan kemudahan lainnya yang hasilnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan islam. Secara konkrit kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan Qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan Tasawuf.
Islam di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia banyak memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau paling tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo sangatlah berjasa dalam pengembangan agama islam di pulau Jawa.
Menurut buku Babad Diponegoro yang dikutip Ruslan Abdulgani dikabarkan bahwa Prabu Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan Mojo Pahit, setelah mendengar penjelasan Sunan Ampel dan sunan Giri, maksud agam islam dan agama Budha itu sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda. Oleh karena itu ia tidak melarang rakyatnya untuk memeluk agama baru itu (agama islam), asalkan dilakukan dengan kesadaran, keyakinan, dan tanpa paksaan atau pun kekerasan.
2. Pada Masa Penjajahan
Dengan datangnya pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang beragama islam, kaum pedagang barat yang beragama Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan islam di sepanjang pesisir kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah, kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.
Waktu itu kolonial belum berani mencampuri masalah islam, karena mereka belum mengetahui ajaran islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem social islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara dibidang perkawinan dan kewarisan.
Tahun 1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada tahun 1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya instruksi kepada bupati dan wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan Gubernur Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara perkawinan, kewarisan, perwalian, dan perwakafan.
Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik islamnya. Dengan politik itu, ia membagi masalah islam dalam tiga kategori :
  1. Bidang agama murni atau ibadah
Pemerintahan kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat islam untuk melaksanakan agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
  1. Bidang sosial kemasyarakatan
Hukum islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adapt kebiasaan.
  1. Bidang politik
Orang islam dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.
3. Pada Masa Kemerdekaan
Terdapat asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa masa kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan dibentuk hari ini. Demikian pula halnya dengan kenyataan umat islam Indonesia pada masa kini, tentu sangat dipengaruhi masa lalunya.
Islam di Indonesia telah diakui sebagai kekuatan cultural, tetapi islam dicegah untuk merumuskan bangsa Indonesia menurut versi islam. Sebagai kekuatan moral dan budaya, islam diakui keberadaannya, tetapi tidak pada kekuatan politik secara riil (nyata) di negeri ini.
Seperti halnya pada masa penjajahan Belanda, sesuai dengan pendapat Snouck Hurgronye, islam sebagai kekuatan ibadah (sholat) atau soal haji perlu diberi kebebasan, namun sebagai kekuatan politik perlu dibatasi. Perkembangan selanjutnya pada masa Orde Lama, islam telah diberi tempat tertentu dalam konfigurasi (bentuk/wujud) yang paradoks, terutama dalam dunia politik. Sedangkan pada masa Orde Baru, tampaknya islam diakui hanya sebatas sebagai landasan moral bagi pembangunan bangsa dan negara.
B. SESUDAH KEMERDEKAAN
1. Pra Kemerdekaan
Ajaran islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja. Berdasarkan pengalaman melawan penjajah yang tak mungkin dihadapi dengan perlawanan fisik, tetapi harus melalui pemikiran-pemikiran dan kekuatan organanisasi. Seperti :
- Budi Utomo (1908) - Taman Siswa (1922)
- Sarikat Islam (1911) - Nahdhatul Ulama (1926)
- Muhammadiyah (1912) - Partai Nasional Indonesia (1927)
- Partai Komunis Indonesia (1914)
Menurut Deliar Noer, selain yang tersebut diatas masih ada organisasi islam lainnya yang berdiri pada masa itu, diantaranya:
- Jamiat Khair (1905)
- Persyarikatan Ulama ( 1911)
- Persatuan Islam (1920)
- Partai Arab Indonesia (1934)
Organisasi perbaharu terpenting dikalangan organisasi tersebut diatas, adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan, dan Nadhatul Ulama yang dipelopori oleh K.H Hasyim Asy’ari.
Untuk mempersatukan pemikiran guna menghadapi kaum penjajah, maka Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama bersama-sama menjadi sponsor pembentukan suatu federasi islam yang baru yang disebut Majelis Islan Ala Indonesia ( Majelis Islam Tertinggi di Indonesia ) yang disingkat MIAI, yang didirikan di Surabaya pada tahun 1937.
Masa pemerintahan Jepang, ada tiga pranata sosial yang dibentuk oleh pemerintahan Jepang yang menguntungkan kaum muslim di Indonesia, yaitu :
a. Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda, yang dipimpin oleh Hoesein Djayadiningrat pada 1 Oktober 1943.
b. Masyumi, ( Majelis Syura Muslimin Indonesia ) menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943, Tujuan didirikannya adalah selain untuk memperkokohkan Persatuan Umat Islam di Indonesia, juga untuk meningkatkan bantuan kaum muslimin kepada usaha peperangan Jepang.
c. Hizbullah, ( Partai Allah atau Angkatan Allah ) semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin. Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
2. Pasca Kemerdekaan
Organisasi-organisasi yang muncul pada masa sebelum kemerdekaan masih tetap berkembang di masa kemerdekaan, seperti Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Masyumi dan lain lain. Namun ada gerakan-gerakan islam yang muncul sesudah tahun 1945 sampai akhir Orde Lama. Gerakan ini adalah DI/TII yang berusaha dengan kekerasan untuk merealisasikan cita-cita negara islam Indonesia.
Gerakan kekerasan yang bernada islam ini terjadi diberbagai daerah di Indonesia diantaranya :
- Di Jawa Barat, pada tahun 1949 – 1962
- Di Jawa Tengah, pada tahun 1965
- Di Sulawesi, berakhir pada tahun 1965
- Di Kalimantan, berakhir pada tahun 1963
- Dan di Aceh, pada tahun 1953 yang berakhir dengan kompromi pada
tahun 1957