Pages

Sabtu, 11 Oktober 2014



























Rabu, 08 Oktober 2014

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI AMERIKA



SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI AMERIKA
Para pengamat kemunculan Islam di Amerika Utara kebanyakan memandang bahwa kedatangan pertama yang sesungguhnnya orang-orang muslim di Amerika Serikat terjadi pada pertengahan dan akhir abad ke-19. Dan memang pada saat itulah para imigran muslim yang pertama terutama dari Timur Tengah mulai datang ke Amerika Utara dengan maksud untuk memperoleh peruntungan besar ataupun kecil kemudian kembali ke tanah airnya.
Sebagian kini para akademisi berpendapat bahwa selama hampir dua abad sebelum perjalanan Christopher Columbus di tahun 1492 M, orang-orang muslim telah melakukan pelayaran dari Spanyol dan sebagian pesisir barat laut Afrika ke Amerika Utara dan Selatan dan sebagian bahkan ikut menjadi awak Columbus. Para penjelajah itu konon telah menembus sebagian besar wilayah Amerika Selatan dan Utara, bergaul dan sebagian menikah dengan orang asli Amerika. 2
Bukti-bukti yang mendukung pernyataan ini diantara benda-benda peninggalan sejarah (artefak), tulisan-tulisan dan laporan kisah-kisah para saksi mata. Namun, masih agak meragukan sehingga teori semacam ini masih berupa dugaan-dugaan belaka.
Tahun 1492 memiliki arti bersejarah tak hanya karena perjalanan Columbus. Melainkan karena tahun tersebut menandakan berakhirnya secara resmi kehadiran Islam di semenanjung Iberia yang kini dikenal sebagai Spanyol dan Portugal. Setelah menikmati pemerintahan yang gemilang pada abad ke-9 dan ke-10 di Kordoba, dan menguasai kabilah-kabilah di Afrika Utara pada abad-abad berikutnya, kaum Muslim melihat kejayaan mereka semakin merosot. Pada tahun 1474 M pasangan suami istri Fernando dari Aregon dan Isabela dari Sevilla berhasil menyatukan dua kerajaan yang terpisah. Mereka dikenal sebagai raja dan ratu Katolik berkat jasa-jasa mereka menyatukan kembali seluruh Spanyol di bawah agama Kristen. Mereka merampas wilayah kekuasaan terakhir kaum muslim di Granada pada tahun 1492. semenjak berakhirnya abad ke-15 orang-orang muslim (sering disebut orang Moor) di semenanjung Iberia dipaksa memilih satu diantara pilihan yang tak menguntungkan yakni berpindah ke agama Kristen, imigrasi atau hukuman mati. Orang yang memilih pilihan pertama tetap menjalankan agama mereka secara diam-diam dan tetap mengadakan pertemuan rahasia umat Islam selama berabad-abad. Sebagian lainnya mencoba memberontak secara terang-terangan dan akibatnya mereka diusir dari negerinya yang sebelumnya merupakan satu dari sedikit contoh keharmonisan budaya Islam dan Kristen.3
Semakin banyak bukti bermunculan yang menunjukan bahwa sebagian orang-orang Moor yang dipakwa pergi tersebut berhasil menuju kepulauan Karibia dan bahkan sebagian lainnya berhasil mencapai bagian selatan Negara Amerika Serikat masa kini. Para akademisi dari berbagai disiplin ilmu terus berupaya membuktikan teori-teori tersebut yang dipandang oleh muslim AS sebagai bukti bahwa bahwa Islam berperan dalam sejarah awal AS. Kemungkinan adanya hubungan dengan budaya Spanyol yang semacam itu terutama menarik hati AS keturunan Amerika Latin yang tertarik dengan ajaran Islam.
Hampir pasti bahwa Muslim yang menyeberangi Atlantik dan juga Pasifik jauh sebelum Columbus mencapai dunia baru. Namun kunjungan ini sama sekali tidak meningglkan bekas yang yang tidak hilang-hilang. Yang paling terkenal dari mereka ini adalah Jenderal Estevanio de Azemor yang nama muslimya tidak diketahui. Muslim. Dia dapat mencapai wilayah New Mexico dan Arizona. Naumn muslim pertama ini tidak dapat memelihara Islam dalam kalangan keturunannya. Selama periode yang sama seorang pangeran Mesir dengan nama Nasir al-Din bergabung dengan Suku Mohawk di daerah yang membentuk negara bagian New York sekarang. Dia menduduki kedudukan yang sangat tinggi dalam suku ini.4
Kaum muslim di Amerika Serikat terdiri dari para imigran yang dari keturunan Afrika (Afro-Amerika), penduduk Eropa yang masuk Islam, dan para pendatang sementara (mahasiswa, diplomat dan lainnya). Komposisi asal-usul mereka adalah: Afrika(42 %); Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh (24,4 %));Turki (2,4%); Asia Tenggara (2%); Kulit Putih Amerika (1,6 %); dan lain-lain (6,4 %) termasuk sekitar 5.000 muslim keturunan Spanyol (Hispanik).
Sebagian besar mereka, sekitar 70 %, tinggal di sepuluh Negara bagian: California, New York, Illinois, New Jersey, Indiana, Michigan, Virginia, Texas, Ohio, dan Maryland.5
Para imigran muslim datang ke Amerika Serikat dengan alasan-alasan yang beragam. Gelombang Pertama, imigrasi kaum muslim ke Negara ini berlangsung pada sekitar tahun 1875, dari wilayah yang saat itu dikenal sebagai Greater Syria (suriah Besar [kini mencakup Suriah sendiri, Libanon, Yordania dan palestina]). Merweka pada umumnya miskin keterampilan dan tidak cukup terdidik, serta sebagian besar petani yang berharap bisa sukses secara financial di amerika serikat untuk pada suatu saat kembali ke tanah air. Tetapi, karena kesempatankerja terbatas, mereka terpaksa bekerja sebagai buruh di pabrik, pelabuhan, dan lainnya.sebagian menetap di wilayah Midwest. Pengelaan mereka menarik minat rekan-rekan mereka yang lain. Arus migrasi ini terus berlangsung sampai pada akhir Perang Dunia I.
Gelombang Kedua, menyusul pada tahun 1920-an untuk kemudian terhenti karena Perang Dunia II. Hukum-hukum imigrasi pada periode ini agak membatasi. Hanya orang yang berkulit hitam atau Kaukasia saja yang boleh masuk ke Amerika Serikat. Orang Arab dianggap tidak termasuk ke dalam dua kategori itu
Gelombang Ketiga, antara pertengahan tahun 1940-an da pertengahan 1960-an berlangsung bersamaan dengan terjadinya berbagai perubahan penting di luar Amerika Serikat. Kaum muslim yang masuk AS dalam kategori ini lebih terdidik. Sebagian besar mereka hijrah karena penindasan politik. Kontingen terbesarnya adalah orang Palestina yang terusir dengan didirikannya Israel (1948), orang Mesir yang merasa dirugikan oleh kebijakan nasionalisasi Presiden Gamal Abdul Nasser dan orang Islam Eropa Timur yang mencoba melarikan diri dari akibat perang Dunia II dan pemerintahan Komunis. Pada saat yang sama, terutama pada tahun 1960-an berbagai perubahan berlangsung dalam kebijakan keimigrasian AS. Pasar kerja makin meluas dan Negara ini membutuhkan kaum imigran yang potensial untuk mengisi pos-pos itu. Di sini batasan-batasan etnis atau ras diperlonggar.
Gelombang Keempat, berlangsung sekitar tahun 1967 dan masih berlangsung sampai sekarang. Mereka umumnya sangat terdididk dan fasih berbahasa Inggris. Imigrasi mereka terjasdi dengan berbagai alasan seperti untuk peningkatan kemampuan profresional dan menghindari penindasan Pemerintah. Mereka juga ada yang berniat untuk menetap atau mendakwahkan Islam di Negara ini.

  1. PERKEMBANGAN AGAMA ISLAM DI AMERIKA SERIKAT
Perkembangan Islam di AS mulai menampakkan peningkatan kesadaran keislaman untuk memantapkan landasan sosial serta menyediakan pengajaran bagi anak-anak mereka. Sejumlah komunitas mulai memandang penting untuk membangun Mesjid dan Pusat Islam sebagai pengembangan organisasi dan institusi Islam.
Organisasi Islam itu diantaranya:6
  1. Pada tahun 1952 lebih dari dua puluh Mesjid membentuk Federasi Perhimpunan Islam (Federation of Islamic Association, FIA) di AS dan Kanada. Pada puncaknya lima puluh mesjid menjadi bagian dari FIA.
  2. Perhimpunan Mahasiswa Muslim di AS dan Kanada (MSA) didirikan pada tahun 1963.Organisasi ini didirikan untuk memberikan pelayanan kepada ratusan ribu mahasiswa muslim yang datang dari berbagai Negara dan belajar di kampus-kampus di AS.
  3. Perhimpunan Dokter Muslim (The Islamic Medical Association) dibentuk oleh alumni MSA pada tahun 1967 sebagai wahana bagai professional muslim di bidang kesehatan untuk saling bertemu dan saling tukar pikiran. Organisasi serupa , Perhimpunan Ilmuwan dan Insinyur Muslim (The Association of Muslim Scientiss and Engineers), didirikan pada tahun 1969 dengan tujuan untuk mempromosikan penelitian ilmiah yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam. Terdapat pula Perhimpunan Ilmuwan sosial Muslim (The association of Muslim Social Scientist) yang dibentuk pada tahun 1972 sebagai organisasi yang bersifat professional, akademik kependidikan dan kebudayaan untuk mempromosikan pemikiran Islam. Perhimpunan-perhimpunan ini mensponsori jurnal-jurnal tahunan dan konferensi-konferensi.
  4. Pada tahun 1978, DEwan masjid AS didirikan oleh wakil-wakil liga dunia Muslim dengan keanggotaan 20 masjid.
  5. Masyarakat Muslim Amerika Utara (The Islamic Society of North America, ISNA) merupakan organisasi induk yang didirikan pada tahun 1982 oleh dewan alumni MSA yang menetap di Amerika Utara.
Kelompok-kelompok keagamaaan yang berkembang di AS diantara:
  1. Muslim Syi’ah
Meskipun mayoritas Muslim yang datang ke AS adalah penganut sunni, terdapat pula komunitas syi’ah yang cukup besar. Komunits ini mulai memperoleh pengakuan sebagai bagian tersendiri dari muslim dan dapat teridentifikasi dari masjid-masjidnya besarnya yang terletak di New York, Detroit, Washington, Los Angeles, dan Chicago.
Mayoritas pendatang Syi’ah adalah berasal dari kelompok Itsna ‘Asyariyah dan Isma’iliyyah.
  1. Muslim Amerika Keturunan Afrika
Dengan dihitung secara kasar, sepertiga Muslim yang ada di Benua Amerika adalah orang-orang Amerika keturunan Afrika yang sudah bergabung dengan arus utama Islam atau salah satu gerakan sectarian yang secara langsung teridentifikasi secara longgar.
Islam sebagai fenomena yang khas Amerika pertama kali menarik perhatian public AS dengan munculnya Nation of Islam.
Kaum muslim AS keturunan Afrika maupun kaum imigran untuk masa yang lama tetap merupakan komunitas terpisah di AS walaupun terdapat upaya yang kian meningkat utuk menjalin kerjasama, dialog dan dan melakukan beberapa peribadatan serta kegiatan sosial bersama.
  1. Muslim Kulit Putih
Diantara orang kulit putih pertama yang masuk Islam adalah Alexander Russel (w. 1916), Konsul AS di Filipina.
Mayoritas kulit putih yang masuk Islam adalah perempuan yang mempunyai suami muslim dan memutuskan untuk menjadikan Islam sebagai keyakinan mereka. Dalam beberapa kasus, perempuan masuk Islam sebelum menemukan pasangan nikah atas dasar keyakinannya bahwa perempuan memperoleh penghargaan yang lebih tinggi dibandingkan di masyarakat Amerika pada umumnya.
Sejumlah orang AS, yang merasa asing dengan tradisi agama mereka sendiri atau dalam lingkungan lembaga keagamaan mereka atau dengan norma-norma yang berkembang dalam kebudayaan AS, memandang Islam sebagai alternatif.
  1. Gerakan Sektarian
Gerakan Ahmadiyah, sebuah kelompok dakwah indo-Pakistan yang untuk beberapa tahun telah aktif menerjemahkan al-Qur’an dalam beberapa bahasa-bahasa utama dunia, mulai mengirimkan dai-da’I nya ke AS dengan maksud mengajak Barat agar memeluk Islam menurut versi mereka.
Pusat kegiatan mereka baik Qadiyan (bermarkas di Washington DC) maupun Lahore (bermarkas di di California) telah mendirikan sejumlah Masjid di AS.
Terdapat pula komunitas kecil Druze di AS, yang mayoritas anggotanya adalah orang-orang asli Lebanon dan beberapa individu dari Suriah, Palestina dan Yordania. Kelompok Islam lain yang ditemukan di AS adalah agama Baha’i, kelompok Five Percenter, Jama’ah Ansaru Allah, Robbani Yashu’a dan masih terdapat yang lainnya.
  1. Gerakan Sufi
Di antara aliran sufi yang paling berpengaruh ialah Qadiriyah yang menyatu dalam tarekat bawa Muhaiyaddeen, bertempat di Philadelpia. Tarekat ini mempunyai lebih dari 2000 muallaf, terutama berasal dari kelas menengah dan menengah atas.
Kelompok muallaf Sufi terdapat pula di wilayah Negara bagianm New York, California, Texas, Michigan, dan New Mexico. Beberapa imigran banyak yang melestarikan tarekat-tarekat sufi yang berasal dari negeri asal mereka seperti kaum Bektasiyah, Syadziliyah, Isyraqiyah, dan Naqsabandiyah.
Masalah-masalah keislaman yang dihadapi oleh Muslim AS dewasa ini diantaranya:7
  1. Berlanjut dan meningkatnya prasangka di Amerika Utara terhadap Islam, Muslim dan orang Arab.
  2. Masalah Asimilasi dengan masyarakat AS, terus menjadi tema abadi bagi setiap gelombang imigran maupun bagi setiap setiap generasi Muslim di AS.
  3. Sistem jaminan social di AS. Misalnya pertanyaan berkaitan dengan kewajiban membayar zakat. Fakta bahwa Islam tidak mengizinkan pengenaan bunga atas pinjaman menimbulkan persoalan tersendiri bagi muslim dalam menggunakan perbankan AS.
  4. Sejumlah masalah khusus dihadapi muslim AS, diantaranya kebutuhan akan kepemimpinan agama yang terlatih, kesempatan melaksanakan kewajiban agama seperti shalat dan puasadan masalah yang terkait dengan interaksi sosial. 
    •   Kedatangan Islam di Amerika Serikat 
     Belum ada catatan yang pasti dan diterima semua pihak tentang waktu pertama kali orang-orang Islam masuk ke Amerika Serikat. Sebagian sejarawan berpendapat bahwa para pelaut Muslim adalah orang-orang pertama yang menyeberangi samudera Atlantik dan tiba di pantai-pantai Amerika. Oleh karena itu, sebagian akademisi kini berpendapat bahwa selama hampir dua abad sebelum  perjalanan Christopher Colombus  tahun 1492, orang-orang Muslim telah melakukan pelayaran dari Spanyol dan sebagian pesisir Barat Laut Afrika ke Amerika. Christopher Colombus telah dibimbing untuk mendarat di benua Amerika oleh navigator-navigator Muslim.[1][3]

          Pendapat lain mengatakan bahwa umat Islam datang ke Amerika setelah pusat kekuasaan Umat Islam di Spanyol jatuh ke tangan penguasa Kristen. Pada tahun 1474 pasangan suami isteri Fernando dari Aragon dan Isabellah dari Seville berhasil menyatukan dua kerajaan Kristen terpisah. Kemudian mereka merampas wilayah kekuasaan muslim terakhir di  Granada pada tahun 1492. Semenjak berakhirnya abad ke-15, orang-orang muslim di seluruh semenanjung Iberia dipaksa memilih satu di antara pilihan-pilihan yang tak menguntungkan, yakni berpindah agama, imigrasi dan hukuman mati. Atas pilihan itu, orang-orang muslim yang terpaksa pergi tersebut berhasil menuju kepulauan Karibia, dan bahkan sebagian lagi berhasil mencapai bagian selatan negeri Amerika Serikat masa kini.
          Abad ke-16 sampai abad ke-18 merupakan waktu kedatangan budak-budak untuk dipekerjakan di perkebunan tebu di Karibia yang memang pada waktu itu sedang memerlukan lebih banyak tenaga kerja manusia. Budak-budak itu, kebanyakan dari Afrika (Sinegal, Guinea, Gambia, dan Mauritania) yang telah beragama Islam.[2][4] Sedikit sekali informasi yang diketahui tentang kehidupan beragama orang-orang Afrika tersebut.
          Seiring dengan penghapusan perbudakan dan keberadaan kontak dunia Islam dengan Amerika, sejarah Islam di Amerika Serikat memasuki babak baru. Semula sebagaimana telah dikemukan bahwa bukti-bukti keberadaan umat Islam belum terdokumentasi dengan baik dan eksistensi umat Islam tidak jelas, akhir abad ke-19 sejarah imigran Muslim terdokumentasi dengan baik dan eksistensi umat Islam sudah nampak dan terus mengalami perkembangan. Pada umumnya sejarawan sepakat tentang kedatangan imigran muslim pada tahap ini. Mereka mengatakan sekurang-kurangnya terjadi dalam lima gelombang kedatangan imigran Muslim ke Amerika khususnya Amerika Setikat.[3][5]
          Gelombang pertama, terjadi sejak tahun 1875 hingga 1912. Mereka yang berimigrasi pada gelombang ini umumnya pemuda-pemuda desa yang tidak terpelajar dan tidak mempunyai keterampilan. Mereka berasal dari negara-negara yang sekarang dikenal dengan nama Syiria, Yordania, Palestina dan Lebanon yang ketika itu masih berada di bawah pemerintahan Turki Utsmani. Mereka berimigrasi karena didorong oleh keadaan ekonomi negaranya yang tidak menguntungkan, dan berharap akan memperoleh perubahan ekonominya di Amerika Serikat. Oleh karena pendidikan kurang, dan kemampuan berbahasa Inggris lemah, maka kebanyakan mereka hanya bekerja di pabrik minuman dan toko-toko. Mereka tinggal di dekat pusat-pusat  industri dengan mengalami kesulitan berintegrasi ke dalam masyarakat Amerika, sehingga mereka membuat ikatan yang cenderung eksklusif dengan saudaranya sesama Muslim.
          Gelombang kedua datang di akhir perang dunia I setelah runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmani yang sebelumnya menguasai sebagian besar wilayah Timur Tengah yang berpenduduk Muslim. Hal ini juga bertepatan dengan pemerintahan kolonial Barat di Timur Tengah. Banyak orang yang datang ke Amerika Serikat saat itu mengikuti kerabat orang-orang Muslim yang telah lebih dulu berimigrasi dan memiliki penghidupan layak di negara ini. Undang-undang Imigrasi Amerika Serikat yang ditetapkan pada tahun 1921 dan tahun 1924 mengatur sistem kuota bagi bangsa-bangsa tertentu, sehingga sangat mengurangi jumlah Muslim yang diperbolehkan memasuki negara tersebut.
          Gelombang ketiga terjadi antara tahun 1930 hingga tahun 1938 yang terkordinasi, karena kebijakan imigrasi Amerika Serikat yang memberikan perioritas kepada mereka yang keluarganya terlebih dahulu menetap di Amerika Serikat.
          Pada periode keempat, berlangsung dari tahun 1947 hingga tahun 1960, terjadi peningkatan besar jumlah imigran. Undang-undang kewarganegaraan tahun 1957 memberikan kuota imigran setiap tahun untuk setiap negara. Oleh karena kuota tersebut berdasarkan presentase penduduk di Amerika Serikat, maka kebanyakan imigran yang boleh masuk ke negara tersebut berasal dari Eropa. Namun imigran Muslim terus berdatangan, dan tidak hanya berasal dari Timur Tengah namun juga dari berbagai belahan dunia termasuk India dan Pakistan, Eropa Timur dan Uni Soviet. Sebagian besar pendatang ini menetap di kota-kota besar seperti Chicago dan New York. Berbeda dengan rekan-rekan mereka yang datang lebih dahulu, kebanyakan imigran kali ini memiliki latar belakang perkotaan dan berpendidikan tinggi.
Gelombang kelima dimulai sejak tahun 1967 sampai sekarang. Gelombang yang terakhir ini terkait dengan keputusan-keputusan internal Amerika Serikat dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sebagian dunia Islam. Pada tahun 1965 Presiden Lyndon Johnson menandatangani undang-undang imigrasi yang membatalkan kuota berdasarkan keberagaman suku bangsa penduduk Amerika Serikat. Untuk pertama kali sejak masa awal abad ke-20 hak seseorang untuk memasuki negara ini tidak khusus tergantung pada asal-usul suku bangsa seseorang.
Pada tahun 1967 terjadi hal yang bagi Muslim merupakan bencana yang memilukan  akibat kekalahan pasukan Arab di tangan Israil menyebabkan perpindahan besar-besaran orang Palestina ke Barat. Revolusi Islam Iran  dan  Ayatullah Khomeni naik ke tampuk kekuasaan memaksa banyak orang Iran meninggalkan negeri mereka, sebagian di antaranya memutuskan untuk datang ke Amerika. Perang saudara di Pakistan yang melahirkan  Pakistan Timur menjadi negara Bangladesh, gerakan pembunuhan orang-orang Muslim di India, kudeta militer di Afghanistan, dan perang saudara di Libanon semuanya memberi andil bagi kehadiran kaum Muslimin di Amerika. Penyerangan Irak atas Kuwait menyebabkan banyak orang Kurdi melarikan diri ke Amerika Serikat, sementara perang saudara di Somalia dan Afghanistan,  rezim meliter semakin berkuasa di Sudan, dan pemusnahan etnis di Bosnia juga memperbesar jumlah imigran Muslim.
          Kebanyakan yang datang kali ini berasal dari anak-anak Asia Selatan, termasuk orang Pakistan, India dan Bangladesh. Mereka datang sejak tahun 1895 dan selama abad ke-20 berperan penting dalam pengembangan kelompok-kelompok politik Islam di Amerika. Mereka juga semakin bertambah dengan kedatangan orang-orang dari Asia Tenggra, termasuk orang-orang Indonesia dan Malaysia.
          Sebagian memperkirakan ada hampir satu juta orang Iran di negara Amerika Serikat, sedangkan oarang-orang yang berasal dari negara-negara Arab Timur Tengah, Turki, dan Eropa Timur hampir sama jumlahnya. Orang-orang Muslim datang dari negara-negara Afrika, termasuk Ghana, Kenya, Senegal, Uganda, Kamerun, Guinea, Sierra Leone, Liberia,  dan Tanzania. Sudah barang tentu para imigran ini mewakili berbagai macam gerakan dan idiologi Islam. Mereka terdiri atas orang-orang  Sunni dan Syi’ah, sufi dan anggota kelompok-kelompok aliran, dan orang-orang alim.

B. Perkembangan Komunitas Muslim Amerika Serikat
          Amerika Serikat merupakan  tempat pertumbuhan dan perkembangan Islam yang sangat multi kompleks. Berbagai komunitas Muslim dari berbagai negara datang di negara ini. Mereka datang ke berbagai wilayah Amerika. Untuk memudahkan mendiskusikan persoalan ini, maka penulis mengemukakan tiga komunitas pokok yang berperan mengembangkan Islam.
1. Komunitas muslim imigran
          Di akhir abad ke-19 terjadi kedatangan besar pertama para pemuda Muslim, yang pada umumnya tidak memiliki keahlian, yang sebagian besar dari Timur Tengah. Sebagian melarikan diri dari keharusan masuk wajib militer di Turki yang mereka pandang tidak berkaitan dengan identitas nasional mereka. Sebagian lainnya melihat orang-orang Kristiani senegara mereka  kembali dari Amerika Serikat dengan membawa kekayaan berlimpah dan meskipun mereka sebenarnya enggang pergi ke  mana, karena mereka harus hidup di antara orang non-Muslim, mereka tergoda untuk mencari keuntungan. Perang Dunia I mengakibatkan kehancuran luar biasa bagi Libanon, sehingga banyak orang terpaksa keluar dari negara tersebut. Mereka umumnya lajang, atau setidaknya bepergian tanpa istri-istri mereka, dan beranggapan bahwa mereka akan tinggal di Amerika untuk sementara waktu saja, dengan harapan mereka dapat memperoleh uang yang cukup untuk  pulang dan membangun rumah tangga dan keluarga di tanah air. Namun mimpi mereka sulit  karena pekerjaan tak mudah didapat di Amerika, mereka sering kali tak mampu bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang lowong, karena kemampuan berbahasa Inggris yang kurang atau latar belakang pendidikan yang tak mencukupi. Banyak yang terpaksa melakukan pekerjaan kasar seperti buruh migran, usaha kecil-kecilan, atau pertambangan. Salah satu pekerjaan yang lazim dilakukan yakni berjualan keliling. Para imigran Muslim lainnya bekerja sebagai buruh berupah rendah yang bekerja secara berkelompok. Semua kesulitan diperparah dengan kenyataan bahwa orang-orang Amerika pada masa itu tidak menyukai orang asing.
          Kelompok-kelompok imigran muslim  awal ini berusaha mempertahankan sebuah masyarakat penganut Islam dalam lingkungan yang asing tanpa ada dukungan kelembagaan. Pendidikan agama yang tersedia untuk anak cucu mereka sedikit. Mereka ingat bahwa di tanah air mereka, anak-anak tumbuh dengan suasana Islam di sekitar mereka. Amerika memberikan lingkungan yang sangat berbeda. Syukur bila dapat melaksanakan ibadah rutin, bahkan untuk mempertahankan kesadaran beragama pun amat sulit. Oleh karena itu keluarga-keluarga perintis tersebut harus berjuang keras mempertahankan agama dan identitas mereka dalam sebuah masyarakat yang dibangun di atas punggung para imigran dan ironisnya, tidak pernah menghargai perbedaan budaya yang dibawa para imigran tersebut.
          Para pemuda, yang ingin segera menikah, mengalami kesulitan besar untuk mendapatkan gadis-gadis Muslim di negeri ini  untuk diperistri. Sebagian pulang sebentar ke tanah air mereka untuk mengambil isteri; sebagian lainnya meminta kerabat mereka mengatur perjodohan dengan gadis-gadis dari negeri asal mereka. Sebagian lainnya menikah dengan perempuan beragama lain dari orang-orang Arab yang beragama Kristiani.
          Seiring dengan waktu berjalan, para imigran yang mencari pekerjaan lebih permanen, justuru banyak yang berhasil mendirikan usaha kecil mereka sendiri. Banyak yang memanfaatkan masakan dan minuman tradisional mereka sebagai sumber penghasilan dengan mebuka tempat minum kopi, rumah makan, toko roti dan kue. Semula mereka mendirikan usaha untuk rekan senegara, sehingga sesama Muslim minimal mereka dapat menikmati makanan asli mereka sendiri dalam lingkungan budaya yang sering kali asing bagi cita rasa dan tradisinya. Lama kelamaan orang Amerika lain mulai menghargai masakan para imigran.
          Pada lima puluh tahun pertama abad ke-20 banyak keluarga Muslim perlahan-lahan terbawa menjauh dari agama mereka, terutama orang-orang mudanya, yang berusaha menyembunyikan atau menghapuskan hal-hal yang membedakan mereka dari rekan-rekan orang Amerika. Mereka yang berkulit lebih gelap dari warna kulit putih, terutama di bagian Selatan, diperlukan sebagai “orang kulit berwarna” oleh penduduk setempat dan tidak diperbolehkan masuk ke fasilitas-fasitilas umum bertuliskan “White only” yang hanya digunakan oleh orang kulit putih. Muncul anggapan  bahwa orang-orang Muslim Arab adalah orang-orang bermata hitam besar, berhidung besar, berkumis tebal, dan berpakaian aneh. Mempertahankan penggunaan bahasa Arab menjadi sangat sulit, karena anak-anak muda menolak menggunakan bahasa yang terdengar aneh di telinga teman-teman mereka. Penolakan untuk belajar bahasa ibu sangat mnyedihkan keluarga mereka, kerena bahasa Arab tak hanya bahasa budaya, melainkan juga bahasa ibadah. Keluarga Muslim semakin banyak yang bernama Amerika untuk anak-anaknya atau memperbolehkan pemakaian nama julukan. Muhammad menjadi Mike, Ya’qub menjadi Jack, Nasreen menjadi Nancy. Identitas Arab, dan hingga derajat tertentu, Muslim menjadi barang kuno dan bukan lagi hal masa kini dan masa depan seiring dengan perjuangan generasi baru orang-orang muda untuk menjadi bagian kebudayaan negara tanah air mereka kini, karena bukan negara kebudayaan leluhur mereka. Sewaktu anak-anak muda ini dewasa dan mulai memikirkan pernikahan, semakin banyak yang menikah dengan non-Muslim. Pernikahan dengan orang beragama lain semakin bertambah jumlahnya pada setiap generasi baru.[4][6]
            Namun pada saat yang bersamaan dan sampai tahap tertentu sebagai jawaban keprihatinan atas akulturasi dan sekulerisasi, di sebagian wilayah di Amerika Serikat orang-orang Muslim mulai mengorganisasikan diri menjadi kelompok-kelompok masyarakat untuk menegaskan identitas mereka.
          Komunitas Muslim pertama berada di Midwest di Dakota Utara.[5][7] Mereka membangun komunitas religius di tengah-tengah orang-orang Amerika yang menaruh curiga dan kadang menimbulkan permusuhan akibat ketidakakraban dengan agama mereka. Komunitas muslim berusaha menyesuaikan diri sehingga berhasil mendirikan masjid pada tahun 1929 sebagai pusat kegiatan mereka.[6][8]
          Di Michigan City, Indiana, semacam pusat Islam didirikan pada tahun 1914, anggotanya kebanyakan orang Siria dan Libanon yang bekerja di bidang perdagangan. Pada tahun 1924 mereka mengajak orang Arab dari bangsa lain untuk mendirikan organisasi dengan nama The Modern Age Arabian Islamic Society.[7][9]
          Cedar Rapids di Iowa memiliki sejarah panjang sebagai tempat tinggal masyarakat Muslim. Masjid pertama di Amerika yang terus berfungsi hingga kini  dijumpai di Iowa. Pada tahun 1920, komunitas Muslim menyewah sebuah gedung sebagai tempat peribadatan, kemudian pada tahun 1934 gedung itu dirobah menjadi masjid. Masjid tersebut secara berkala direnovasi dan diperluas, dan sebuah menara ditambahkan pada tahun 1980.[8][10]
          Islam telah hadir di wilayah New York City sejak akhir abad ke-19 dengan sejarah yang penuh liku-liku. Kota yang selalu menjadi pusat kegiatan imigran ini merupakan tempat tinggal bagi bermacam-macam kelompok suku bangsa dan ras. Banyak organisasi Islam di kota tersebut bercirikan identitas suku bangsa tertentu.
          American Mohammedan Society dibentuk di Broolyn pada tahun 1907 oleh para imigran dari Polandia, Rusia dan Lithuania. Dan Islamic Mission of Amerika for the Propogation of Islam and the Defense of the Faith and the Faithful pada tahun 1930-an. Organisasi ini didirikan dekat pemukiman kaum muslimin asal Timur Tengah.[9][11]
Meskipun demikian sebagian lainnya dengan sadar berusaha memanfaatkan keberagaman tersebut untuk menekankan potensi  persatuan Muslim dan melakukan berbagai upaya untuk menyatukan para Muslim bangsa Amerika asli; dan mempersatukan Muslim Sunni dan Muslim Syi’ah. Salah satu kelompok seperti ini adalah Islamic Cultural Centre of New York.[10][12]
Salah satu kota besar yang menjadi rumah bagi para imigran adalah Chicago. Orang-orang Muslim pertama datang sebelum pergantian abad ke-20. Seperti kota-kota besar lainnya, penduduk Muslim  Chicago terdiri atas orang-orang  yang bermacam-macam  latar belakang budaya. Umat Islam di kota ini aktif dalam memperkenalkan agama mereka. Banyak pusat kegiatan Islam di sana. Di antaranya, yang tertua dan terbesar adalah Center of Muslim Society didirikan pada tahun 1969.[11][13]
Muslim California pada awalanya datang dari India. Sejumlah besar imigran dari India datang pada tahun 1947. California segera menjadi tempat tujuan kaum Muslimin dari berbagai penjuru dunia, terutama dari Timur Tengah.  Los Angeles dan San Fransisco merupakan pusat-pusat aktif kehidupan Muslim dan melahirkan banyak pemimpin bagi organisasi Muslim. Islamic Center of Souhem California merupakan salah organisasi terbesar di wilayah ini.[12][14]
Semula Dearborn, Michigan merupakan rumah bagi segelintir Muslim Turki pada awal abad ke-20, namun hingga kini terus menjadi sasaran imigran Arab. Kini Dearborn merupakan salah satu kumpulan terbesar masyarakat Islam di negara ini, dengan kelompok besar terdiri atas Muslim keturunan Libanon, yaman dan Palestina.[13][15]
Masyarakat Islam di Quincy, Massachusetts menjadi salah satu pemandangan menarik mengenai pembentukan dan pengembangan Islam. Kelompok pertama terbentuk tidak lama setelah tahun 1875 dengan keberadaan generasi yang menetap pertama Muslim yang kebanyakan berasal dari Libanon. Pada tahun 1934 kelompok-kelompok Muslim dari wilayah Boston dan sekitarnya bersatu dengan orang orang Muslim di Quinci dan membentuk Arab American Banner Society.[14][16]
2. Komunitas Muslim keturunan Afro-Amerika
          Berbeda dengan komunitas imigran dari bangsa lain, komunitas keturunan Afrika, mereka masuk ke Amerika Serikat bukan atas kehendak sendiri, tetapi merupakan kehendak kolonialis. Mereka diperlakukan sebagai budak, sehingga segala aktifitas mereka sangat ditentukan majikan. Bahkan, di antara mereka yang beragama Islam merasa sangat tertekan akibat perlakuan majikan. Tidak sedikit di antara mereka keluar dari agama Islam.
          Islam Afro-Amerika muncul pada awal abad ke-20 ketika sejumlah orang hitam Amerika  memeluk Islam, sebagai suatu proses kembali kepada akar-akar spiritual dan kultur yang lebih asli, dan membentuk gerakan-gerakan dan komunitas-komunitas. Islam dipandang sebagai bagian dari identitas asli (Afrika), sementara banyak pemeluk Islam baru memandang agama Kristen sebagai agama keunggulan dan penindasan dari kaum kulit putih, memperbudak kaum kulit hitam Amerika sejak zaman perbudakan sebagai warga negara kelas dua yang tidak diberikan hak kewarganegaraan penuh. Sebaliknya, kesetaraan Islam di mana seluruh umat Islam adalah anggota persaudaran kaum beriman, melampaui batas-batas ras dan etnis. Dari sinilah mulai kelompok-kelompok semi Islam yang memadukan penggunaan secara selektif simbol-simbol Islam dengan nasionalisme hitam muncul.[15][17]
          Organisasi paling awal yang berusaha secara langsung untuk mengajak  orang-orag Amerika memeluk Islam adalah  American Islamic Propagation Movemen. Organisasi ini didirikan pada tahun 1893 oleh seorang Muslim terpelajar, Muhammad Webb. Sewaktu berada di Filipina sebagai Konsul Jenderal Amerika, ia berkorespondensi dengan Badrudin Abdullah Kurr, seorang pegawai terkemuka India pada dewan kota Bombai. Perkenalannya ini menyebabkan kunjungan dua orang tokoh Muslim India ke Filipina, dan akhirnya Webb masuk Islam. Webb kemudian menjadi kritisi yang penuh semangat terhadap gereja Kristen dan aktivitas-aktivitas misionaris Kristen dalam dunia Islam serta menjadi pembela Islam yang sangat terkemuka pada masanya. Meskipun organisasi yang didirikan Webb ini harus bubar dalam usia muda, tidak diragukan lagi bahwa ia dan anggota-anggota organisasinya telah mempengaruhi upaya-upaya selanjutnya untuk membina Islam di Amerika Serikat.[16][18] Sebelum ia wafat, Islam mulai bangkit sebagai agama yang membudaya di kalangan orang-orang Afro-Amerika.
Organisasi yang paling menonjol adalah Nation of Islam (juga dikenal sebagai Black Moslem) yang didirikan oleh seorang imigran kulit hitam bernama Wallace D. Fard Muhammad. Ia terkenal lancar berbicara dalam beberapa bahasa Eropa dan bahasa-bahasa Timur Tengah. Pada tahun 1934 ia lenyap secara misterius.[17][19]
          Elijah Muhammad mengambil alih kepemimpinan Nation of Islam setalah Fard dinyatakan hilang. Ia memindahkan pusat kegiatannya dari Detroit ke Chicago. Di bawah kepemimpinannya, organisasi tersebut maju dan tertib, memiliki masjid dan sekolah yang jumlahnya ratusan, tersebar di seluru Amerika. Ia mewariskan 80.000.000 saham yang ditanam dalam berbagai perusahaan  dan yang lebih penting lagi, ia berhasil meningkatkan harga diri orang-orang Negro setaraf dengan orang-orang kulit putih serta memajukan pendidikannya.[18][20]
          Elijah Muhammad yang memperjelas ajaran-ajaran Fard yang dikaitkan dengan agama Islam melalu ceramah dan buku-buku yang dikarangnya sendiri. Buku yang memuat ajarannya tersebut antara lain: Message to the Blackman in Amerika dan How to Eat to Live. Pada tahun 1960 diterbitkan pula majalah Muhammad Speaks. Dari sumber-sumber tersebut diketahui pandangan Elijah Muhammad, bahwa orang-orang Negro Amerika itu bisa mendapatkan kemerdekaan, keadilan, persamaan, kebahagian, ketenangan jiwa, kepuasan, uang, rumah yang pantas, jika mereka menerima Allah sebagai Tuhan dan kembali kepada agama yang asli, yaitu agama Islam.[19][21]
          Sasaran dakwah Elijah Muhammad ditujukan kepada masyarakat Negro Amerika yang pemabuk, pemadat narkotika, penjahat dan berbagai tindakan kriminal lainnya. Ia  dipenjara pada tahun 1942 sampai thun 1946. Di dalam penjara ia tetap berdakwah. Usahanya itu tidak hanya mempengaruhi kelas bawah dari orang-orang Negro tetapi menarik perhatian pemimpin Negro dan orang-orang terkenal lainnya, seperti Malcolm X dan Cassius Clay. Oleh karena Islamnya kedua tokoh Negro Amerika itu, pengaruh organisasi tersebut semakin bertambah luas, sekaligus sebagai simbol kebanggaan Muslim. Dari sinilah berawal kelahiran suatu semangat aktualisasi diri, identitas, dan penonjolan diri di kalangan komunitas Muslim Afro-Amerika.[20][22]
Elijah wafat 26 Pebruari 1976, ia digantikan oleh Warith deen Muhammad (Wallace Muhammad). Banyak perubahan yang dilakukan tokoh ini. Akidah yang diwarisi dari pendahulunya disesuaikan dengan kemurnian ajaran Islam. Pengelolaan organisasi  diserasikan dengan perkembangan dan hasil usaha yang telah dicapai. Nation of Islam diganti menjadi World Community of al-Islam in the West. Ini berarti perubahan orientasi dari ide untuk mendapatkan sebidang tanah bagi orang Negro Amerika ke ide untuk membentuk masyarakat Islam di Barat (Amerika). Tetapi pada tahun 1980 nama itu diganti lagi dengan “American Muslim Mission. Nama ini lebih mempertegas misi dakwah yang ditujunya. Orang-orang Negro Amerika adalah warga negara Amerika Serikat yang Muslim. Perbaikan di bidang organisasi dilakukan pula, antara lain dengan membentuk “Council of Imam” yaitu satu Majelis Imam yang beranggotakan enam orang, masing-masing mengkoordinir kegiatan masyarakat Islam di wilayahnya, termasuk masalah zakat, pendidikan, hubungan dengan organisasi agama lainnya, dakwah dipenjara, hubungan dengan organisasi politik, dan masalah bisnis. Imam Warith Deen Muhammad adalah seorang intelektual, menguasai banyak persoalan tentang masalah-masalah sosial politik, dan mempunyai dedikasi yang tinggi terhadap Islam. Ia tampil sebagai tokoh nasional melalui “American Muslim Mission” dan masyarakat Negro sendiri. Ia dihormati oleh berbagai kalangan karena hubngannya yang baik dengan pemerintah Amerika Serikat, dan juga karena berbagai buah pikirannya mengenai pertemuan antara ras, kulturasi, dan agama. Ia aktif dalam “World Conference on Religion and Peace”. Begitu pula mempunyai hubungan baik dengan dunia Islam di luar Amerika.[21][23]
 American Muslim Mission” menguasai ratusan masjid dan musallah, memiliki pemancar radio yang dapat menjangkau seluruh kota-kota Amerika, mempunyai kader yang dapat dipercaya dari “The Fruit of Islam” sebanyak 80.000 pemuda. Mulai tahun 1981 organisasi tersebut merencanakan untuk mendirikan American Muslim Teacher Collage, serta kegiatannya sudah menjangkau Canada dan Amerika Latin.[22][24]   
3. Komunitas Muslim orang Amerika kulit putih
Meskipun mayoritas umat Islam di Amerika adalah orang Amerika keturunan Afrika atau bagian dari penduduk imigran, ada banyak orang Amerika lainnya  yang memilih memeluk Islam sebagai agama dan cara hidup mereka dan jumlah ini terus bertambah. Diperkirakan jumlah Muslim bangsa Amerika kulit putih di Amerika Serikat berkisar antara 20.000 hingga 50.000 orang. Sebagian di antara mereka  adalah perempuan bangsa Amerika kulit putih yang menikah dengan laki-laki Muslim. Perindahan agama mereka dimungkinkan terjadi karena sang suami menghendaki isterinya menerima Islam, atau sang isteri meyakini bahwa  Islam adalah agama yang benar baginya, atau ia menginginkan anak-anaknya dibesarkan dalam keluarga dengan satu keimanan. Namun patut dicatat bahwa survei atas kaum perempuan yang berpindah ke Islam menunjukkan bahwa dalam banyak kasus masuknya mereka  ke dalam Islam terjadi sebelum mereka menikah dengan laki-laki Muslim.[23][25]
Ketertariakan orang-orang berkulit putih masuk Islam berawal dari pergaulan dengan orang-orang Islam, kemudian ada upaya untuk belajar Islam. Mereka ini pada umumnya dari kalangan Hispanik, tidak jarang di antara mereka menghubungkan keberadaan mereka di Amerika dengan asal-muasal nenek moyang mereka dari tanah Spanyol. Di antara mereka ada yang membayangkan bahwa nenek moyang mereka dulu adalah Muslim.[24][26]
Islam pertama muncul di wilayah pemukiman warga keturunan Amerika Latin di Timur Laut Amerika pada awal tahun 1970-an. Orang-orang yang beralih ke Islam ini sebagian besar merupakan orang-orang Puert Rico.  Mereka banyak masuk Islam karena bergaul dengan orang-orang Islam warga Amerika keturunan Afrika. Sejak saat itu para Muslim imigran berupaya mengorganisir gerakan penyeberan Islam di antara penduduk keturunan latin dengan tujuan menyatukan mereka ke dalam masyarakat masjid Sunni yang mapan. Warga Amerika keturunan Amerika Latin mendapati banyak budaya Islam yang serupa dengan warisan budaya mereka, terutama mengenai kepentingan struktur keluarga dan peran laki-laki dan perempuan dirumuskan secara khusus. Perceraian, yang semakin meningkat jumlahnya dalam masyrakat Amerika keturunan Amerika latin, terlihat jelas jauh lebih rendah angkanya di antara pasangan Muslim keturunan Latin.[25][27]
          Sebuah ilustrasi mengenai pertumbuhan Islam Latin adalah sebuah upaya penyebaran di New York City yang disebut PIEDAD (Propagacion Islamica para la Educacion y Depocion de Ala’el Divino) yang dimulai pada tahun 1987 oleh seorang keturunan  Puerto Rico yang beralih ke Islam. PIEDAD berfokus pada kaum perempuan Hispanik yang menikah dengan muslim dan juga orang-orang Hispanik yang tengah menjalani hukuman di penjara. Sebuah organisasi orang-orang Hispanik Islam lainnya di wilayah El Barrio di New York City adalah Alianza Islamica yang didirikan sekitar 15 tahun yang lalu sebagai hasil gerakan Darul Islam. Hal ini menggambarkan hubungan yang erat antara orang-orang Hispanik yang berpindah agama ke Islam dengan Islam yang dianut warga Amerika keturunan Afrika.[26][28]
          Di California Asociacion Latina de Musulmanes en las Americas (ALMA) atau Ikatan Perempuan Latin Muslim Amerika yang baru-baru ini terbentuk berusaha menyebarkan Islam di antara orang-orang yang berbahasa Spanyol dan mendidik mereka mengenai sumbangsih Islam     bagi masyarakat dan budaya mereka, dengan harapan dapat membawa  mereka kembali ke jalan hidup para leluhur mereka.[27][29]
          Berdasarkan gambaran ketiga komunitas Muslim tersebut, maka dapat dikatakan selain faktor imigrasi, faktor pindah agama merupakan faktor penyebab pertambahan penduduk Muslim di Amerika Serikat. Sekalipun pindah agama orang yang berasal dari Afrika, yang dalam banyak kasus, sebenarnya kembali kepada gama asli mereka, tetapi lebih dari itu, ada juga yang pindah agama itu berasal dari berbagai negara.
          Pada tahun 1971, di Amerika Serikat ada sekitar satu juta muslim (0,5 % dari jumlah penduduk). Pada tahun 1980, beberapa penulis dan organisasi membuat penafsiran yang dapat dipercaya dengan menggunakan berbagai metode statistik dan data demografis menghitung jumlah umat Islam di Amereka Serikat. Atas dasar itu diperkirakan jumlah mereka sekitar tiga juta jiwa (1,5 % dari jumlah penduduk) dengan rincian: 880.000 jiwa dari Eropa Timur, 940.000 jiwa dari Timur Tengah, 94.000 jiwa dari Sub Sahara, 380.000 jiwa dari Asia, 13.000 jiwa dari Karibia, dan 1.000.000 jiwa dari Amerika-Afrika. Dapat dikatakan umat Islam bertambah setiap tahunnya sekitar 10 % karena kenaikan alami, imigrasi dan pindah agama.[28][30]
          Dari hasil penelitian Michael Wolfe tahun 2006, dikemukakan data umat Islam sekitar 7.000.000 jiwa. Menurutnya setiap tahun sekitar 100.000 warga Amerika Serikat menjadi mualaf. Dalam hasil penelitiannya dikemukakan pula bahwa umat Islam terbesar ketiga (2,34 %) setelah  protesten (52 %) dan Katolik Roma (24 %).[29][31] Syamsi mengatakan pemeluk Islam di Amerika bertambah pasca serangan 11 September. Sebelumnya, penduduk muslim hanya diperkirakan   6-7 juta orang. Sekarang diperkirakan mencapai 8-9 juta orang.[30][32]
          Banyak orang Muslim yang datang ke Amarika di awal abad ke-20 semula nampak kuarang berminat untuk berpartisipasi dalam acara-acara Islam atau bahkan untuk mengidentifikasi diri mereka secara khusus sebagai anggota tradisi Islam. Tetapi perlahan mereka segra berubah akibat tantangan yang mereka hadapi. Oleh karena itu, sejumlah komunitas Muslim imigram di seluruh negeri mulai memikirkan cara-cara yang lebih terstruktur untuk menjalankan agama mereka dan menjamin keberlansungannya. Mereka prihatin akan kesulitan mendapatkan tempat yang layak untuk beribadah dan menjalankan sholat Jum’at.  Mereka kadang-kadang mengadakan ibadah di rumah anggota secara bergantian. Namun, karena semakin besarnya komunitas mereka, lama-kelamaan, mereka berfikir dan bermimpi untuk mendirikan masjid-masjid.
          Upaya pembangunan masjid-masjid paling awal pada tahun 1920-an dan tahun 1930-an di New York, Massachusetts, dan Barat-Tengah. Gerakan masjid mulai mendapat momentum yang sebenarnya pada pertengahan abad ke-20. Pembukaan Islamic Center di Wasinton, D.C., yang selesai pembangunannya pada taun 1957, merupakan penanda penting bagi kalangan Muslim dan non-Muslim bahwa Islam saat itu mulai diakui oleh negara Islam di luar negeri sebagai sebuah kehadiran berarti dalam lingkungan Amerika. Islamic center tersebut dibangun sebagai upaya kerja sama antara umat Islam Amerika Serikat dan pemerintahan-pemerintahan Islam di luar negeri.[31][33]
          Sejak tahun 1957 sampai tahun 1999, lebih dari seratus bangunan yang dirancang dan dibangun dengan arsitektur yang bertujuan khusus untuk berfunsi sebagai masjid atau pusat Islam, dan beratus-ratus bangunan lainnya telah diubah untuk digunakan sebagai masjid. Bahkan  di wilayah Washinton, D. C. saja ada 33 masjid. Ada sekitar 1300 lembaga yang menyatakan diri sebagai masjid  atau pusat Islam di seluruh daratan Amerika Serikat, hampir 80 % di antaranya terbentuk sejak tahun 1980. Negara-bagian New York memiliki paling banyak masjid, jumlahnya yakni lebih dari 130 buah. Terbanyak kedua California dengan jumlah masjid sekitar 120 buah. Di negara-bagian yang lain, Illinois, New Jersey, Texas dan Michigan semuanya memiliki banyak masjid, dan hanya sedikit sekali negara-bagian yang tidak memiliki bangunan yang berfungsi sebagai masjid.[32][34] Dari data hasil penelitian Michael Wolfe tahun 2006 dikemukakan bahwa dari New York hingga California terdapat sekitar 4.000 masjid.[33][35] Seiring berkembangnya penganut Islam dan masjid, organisasi-organisasi Islam juga mengalami perkembangan.
         
C. Peluang Perkembangan Islam di Amerika Serikat
Selain kondisi ril perkembangan pantastis jumlah Muslim dan sarana peribadatan dari satu periode ke periode berikutnya serta berperannya umat Islam dalam berbagai sektor kehidupan, ada beberapa faktor lain yang menjadi peluang perkembangan  Islam. Pertama, masyarakat Amerika adalah masyarakat agamais.[34][36]
Berbicara tentang keagamaan di Amerika, masyarakat sering dihadapkan pada sekian banyak paradoks. Pada satu sisi, Amerika diidentifikasi sebagai negara sekuler-materlialistik yang dikenal sebagai negara pertama dalam sejarah yang menetapkan dalam undang-undang pemisahan antara negara dan agama. Penetapan ini memberi kesan seakan-akan agama tidak memperoleh tempat dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Pada sisi lain, tidak jarang bangsa Amerika menganggap dirinya sebagai bangsa yang paling religius, karena bagi mereka, pemisahan antara agama dan negara justru membuktikan betapa besar peranan agama dalam perkembangan budaya bangsa. Sejarah juga mencatat bahwa tidak ada satu negarapun yang menghimpun aneka ragam agama dalam lingkup suatu bangsa seperti Amerika Serikat.[35][37]
          Paradoks lain dapat dijumpai dalam kehidupan sebagian besar pemuka agama di Amerika. Di satu sisi mereka sangat aktif dalam aktivitas sosial dan gerakan reformasi, tetapi di sisi lain mereka tidak henti-hentinya mengutarakan kekhawatiran kalau-kalau gereja dan doktrinnya tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan para pengikutnya. Ungkapan lain, sebagian pemuka agama telah tampil menjadi aktivis-aktivis yang mempopulerkan dan membumikan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Namun sebaliknya, fungsi gereja (fungsi utamanya adalah untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang labil), telah diambil alih oleh para psikiater, pekerja sosial dan bahkan paranormal.[36][38]
          Alhasil, agama kemudian menjadi hal yang penting dalam kehidupan bangsa Amerika. Sejarah politik Amerika tidak dapat ditelusuri tanpa memperhatikan karakter keagamaan  bangsanya. Orang dapat saja berkata bahwa agnostisisme keagamaan, bahkan atheisme merupakan fenomena nyata dalam lingkungan masyarakat Amerika, namun secara umum rasa hormat mereka terhadap agama adalah hal yang mendasar. Berbeda dengan bangsa-bangsa Eropa, bangsa Amerika menganggap aneh dan mengagetkan konsep teologi “God is dead” yang dicetuskan di Eropa. Masyarakat Amerika, kebanyakan agnostisisme dan atheisme yang vokal dan negatif tidak mendapat tempat dalam budaya bangsa Amerika.[37][39]
          Agama bagi masyarakat Amerika Serikat memberikan jawaban pada persoalan-soalan pelik manusia, persoalan-persoalan yang tidak bisa dijawab secara ilmiah dan filosofis. Agama memberi legitimasi di hadapan pengikut-pengikutnya dan menjadi agen yang gigih dalam mensosialisasikan opini atas aborsi, pornografi, peran perempuan homoseksual, prasangka rasial, komunisme, patriotisme, perang dan perdamaian, sistem perdagangan bebas, keadilan sosial dan persoalan politik.[38][40]
          Kedua, kegagalan doktrin Kresten membendung laju dekadensi moral dan depresi di kalangan warga Amerika Serikat. Menurut Ahmad Hoosen Deedat yang dikutip Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok bahwa Amerika Serikat kini sedang menghadapi persoalan-persoalan sosial yang serius, seperti para gay dan pemerkosaan. Tidak ada orang Amerika yang dapat menjadi wali kota di New York, Los Angeles, atau San Francisco tanpa dukungan kaum gay di kota-kota tersebut.[39][41] Menurut statistik yang dikeluarkan the National Crime Victimization Survei, tahun 1991 terjadi 171.420 perkosaan.[1][42]
          Hal yang terparah, sebagian dari mereka melibatkan diri dalam kejahatan-kejahatan moral seperti seks bebas, penggunaan obat-obatan. Menurut lembaga pengawasan dan Pencegahan penyakit di Amerikat Serikat, pada tahun 1993, 40 % dari anak 15 tahun mengaku perna melakukan hubungan intim, padahal tahun 1970, angka itu hanya    10 %. Jumlah tersebut meningkat sepertiga lebih pada tahun 1980.[40][43]
          Setiap tahun hampir 26.000 orang Amerika melakukan bunu diri. Selama setahun lebih, lebih dari satu juta remaja mencoba bunuh diri. Menurut laporan terakhir di Amerika Serikat meningkat 300 %, kehamilan remaja bertambah 621 % dan pembunuhan remaja meningkat 232 %.[41][44]
          Krisis identitas dan depresi itu telah menyadarkan sebagian dari warga Amerika untuk kembali menganut agama. Oleh karena agama yang semula mereka anut mandul dan tidak dapat mengatasi masalah mereka, mereka berpaling kepada agama-agama lain, termasuk Islam. Dalam Islam, hidup mereka lebih bahagia dan terarah.
          Dari sekian banyak muallaf yang dulunya Kristen, mereka merasa menemukan jati dirinya setelah masuk Islam. Angela Collin, seorang artis California yang terkenal karena film yang dibintanginya Leguna Beach dan kini menjadi Director of Islamic School, ketika diwawancarai oleh televisi NBC News mengapa ia masuk Islam, ia mengungkapkan: “I was seeking the truth and I ’ve found it in Islam. Now I hve this belief and I love this belief.”[42][45]
          Ketiga, animo bangsa Amerika mempelajari ajaran Islam sangat tinggi. Mereka mempelajari Islam tidak hanya untuk memperoleh ijazah, tetapi atas kesadaran dari rasa penasaran mereka sendiri untuk mengetahui Islam lebih dalam, karena tetangga dan orang terdekat mereka  beragama Islam. Mereka tidak hanya mempelajari konsep-konsep ajaran Islam tetapi juga mempelajari sejarah Islam.
          Kebanyakan rasa penasaran itu tumbuh sejak peristiwa peledakan WTC. Kebanyakan dari mereka kemudian mempelajari Kerajaan Muslim  yang pernah memerintah Spanyol beberapa abad lalu. Mereka berkesimpulan bahwa Islam memberikan kontribusi pada kebudayaan mereka seperti makanan, musik dan bahasa. Banyak kalangan Hispanik (merupakan akar dari kebudayaan dan keturunan Spanyol dan sering disebut Amerika Latin) ingin ke akar mereka.
Setelah peristiwa itu, masyarakat Amerika menjadi ingin tahu Islam, kemudian mereka  ramai-ramai membeli dan membaca al-Qur’an, membaca biografi Muhammad dan buku-buku Islam untuk mengetahui isinya. Hasil pembacaan sumber ajaran Islam secara langsung, mereka menjadi tahu ajaran Islam. Oleh sebab itu, kebencian mereka berbalik menjadi kecintaan. Mereka menemukan keagungan serta keindahan ajaran agama yang satu ini. Keagungan ajaran Islam ini bertemu pada saatnya yang tepat dengan kegersangan, kegelisahan dan kekeringan spritual masyarakat Amerika yang sekuler selama ini. Karena itu, Islam justru menjadi jawaban bagi proses pencarian spiritual mereka dalam waktu yang lama. Islam menjadi melting point atas kebekuan spiritual yang selama ini dialami masyarakat Amerika. Inilah pemicu terjadinya islamisasi Amerika yang mengherankan para pengamat sosial dan politik.[43][46]
Kempat, di Amerika Serikat terdapat intelektual Muslim yang terkemuka. Saat ini bukan hanya teknologi Amerika yang diperhitungkan dunia, tetapi pemikir Muslim, seperti Fazlur Rahman,  Ismail al-Faruqi,  Sayyed Hossein Nasr dan masih banyak tokoh lainya yang gigih berdakwah.
Ketiga tokoh pemikir Muslim ini, tidak hanya lantang menyuarakan Islam di kampus dan di tengah-tengah masyarakat, yang tak kalah pentingnya adalah menyuarakan Islam lewat buku-buku yang mereka tulis. Buku-buku mereka tidak hanya bahan bacaan masyarakat Amerika Serikat, tetapi juga menjadi rujukan perguruan tinggi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Tidak disangkal pemikran ketiga tokoh ini mewarnai perjalanan sejarah Islam di Amerika Serikat. Ketiganya menyuarakan Islam sesuai dengan karakter masyarakat Amerika Serikat yang menganut paham liberal. Budhy Munawar Rahman sebagai pengantar dalam salah satu buku terjemhan karya Seyyed Hossein Nasr mengatakan Sayyed Hossein Nasr dan Fazlur Rahman merupakan contoh yang paling ekspresif dari cendikiawan Muslim yang menolak pemaksaan keseragaman penafsiran. Keduanya menulis bahwa perbedaan pendapat itu merupakan hal yang penuh arti dan harus dinilai positif. Karena itu, kebebasan berfikir dan penerimaan  paham kemajemukan hal yang sangat penting untuk kemajuan Islam itu sendiri.  Jikalau dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat berkaitan dengan penyesuaian diri Islam atas kemajemukan itu, perbedaan itu jelas merupakan sesuatu yang akan bernilai tinggi, justru untuk memajukan Islam. Karena itu, mereka sangat menekankan bahwa paham Islam itu terbuka untuk kemajuan, walaupun itu datangnya tidak dari Islam.[44][47]



III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kedatangan Islam di Amerika Serikat terjadi dua tahap. Tahap pertama, jauh sebelum Cristopher Colombus menemukan benua Amerika. Pada tahap ini keberadaan umat Islam sampai abad ke-19 tidak didapatkan sumber yang menjelaskannya. Tahap kedua,  pada akhir abad ke-19. Pada tahap ini Islam tumbuh, sebagai awal perkembangan Islam di Amerika Serikat.
2.  Islam   berkembang pada tiga   komunitas Muslim  di Amerika Serikat.  Kominitas pertama adalah komunitas dari Timur Tengah, kemudian pada perkembangan selanjutnya komunitas Muslim datang dari berbagai kawasan dunia. Kemunitas ini tersebar di berbagai kota besar Amerika Serikat. Komunitas kedua adalah komunitas Afro-Amerika. Komunitas ini juga pada dasarnya adalah para imigran yang datang pada awal abad ke-16. Komunitas ini sejak kedatangannya tidak meperlihatkan perkembangan, nanti akhir abad ke-19 setelah tokoh-tokoh Afro-Amerika menyadari bahwa mereka terlahir dari keluarga Muslim di masa lalu. Kehadiran orang  Islam seperti Elijah Muhammad, Warith deen Muhammad, Malcolm X dan Muhammad Ali Islam mengalami perkembangan pesat di komunitas Afro-Amerika. Komunitas ketiga adalah komunitas kulit putih. Komunitas ini mengalami perkembangan yang berarti setelah peristiwa 11 September. Mereka pada umumnya adalah kalangan Hispanik yang menyadari arti sejarah perjalanan Islam.
3. Ada beberapa faktor yang berakumulasi sehingga Islam di Amerika Serikat berpeluang mengalami perkembangan. Pertama, masyarakat Amerika adalah masyarakat agamais. Kedua, kegagalan doktrin Kresten membendung laju dekadensi moral dan depresi di kalangan warga Amerika Serikat. Ketiga, animo bangsa Amerika mempelajari ajaran Islam sangat tinggi. Kempat, di Amerika Serikat terdapat intelektual muslim yang terkemuka dan rasional.



B. Implikasi dan Rekomendasi
1. Amerika Serikat adalah negara sekuler, tetapi negara yang satu ini memberi peluang kepada setiap agama untuk tumbuh dan berkembang. Kebijakan yang diterapkan pemerintah setempat perlu dijadikan acuan pada wilayah minoritas Muslim di Indonesia dan negara-negara lain.
2. Perkembangan Islam di Amerika Seikat tidak lepas dari peran ulama-ulama besar Islam di sana. Oleh karena itu konsep-konsep Islam yang ditawarkan perlu dicermati.
3. Para  pemerhati Islam perlu  menyebarluaskan  bahwa Islam mengalami  perkembangan yang sangat pesat di Amerika Serikat. Pada akhir-akhir ini, peminatnya kalangan terpandang dan terpelajar serta penduduk asli
4. Berbagai sisi kehidupan Muslim di Amerika Serikat perlu dikaji lebih mendalam, seperti hubungan Islam dengan agama lain, peran ulama Islam di Amerika Serikat, lembaga-lembaga pendidikan dan metode dakwah yang berkembang.